Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

trending

Mengenal Istilah Rojali hingga Rohana, Makan di Mal Tapi Tak Belanja

Nadhifa Fitrina   |   HaiBunda

Kamis, 31 Jul 2025 06:30 WIB

Mengenal Istilah Rojali hingga Rohana, Makan di Mal Tapi Tak Belanja
Ilustrasi/ Foto: Getty Images/iStockphoto/Peera_Sathawirawong
Daftar Isi
Jakarta -

Pusat perbelanjaan di berbagai kota belakangan ini semakin ramai dikunjungi. Meski begitu, pemandangan para pengunjung yang sekadar berjalan-jalan tanpa membawa belanjaan kerap terlihat.

Fenomena ini menjadi pembicaraan hangat di media sosial hingga forum ekonomi. Banyak yang penasaran, ada apa sebenarnya dengan tren ini di tengah kondisi ekonomi yang menantang.

Beberapa pihak menilai kebiasaan tersebut tak hanya soal selera belanja atau gaya hidup semata. Ada faktor psikologis, ekonomi, dan kebiasaan sosial yang ikut memengaruhi perilaku para pengunjung mal saat ini.

Menariknya, tren ini tidak hanya terjadi pada satu kelompok masyarakat saja, tetapi meluas di berbagai lapisan sosial. Baik kelas menengah ke bawah maupun menengah ke atas terlihat melakukan kebiasaan serupa, meskipun alasannya berbeda-beda.

Menurut Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, mengutip dari detikcom, fenomena ini tidak bisa dianggap sepele. Ia menegaskan, bahwa kondisi ini perlu dicermati dengan serius agar dampaknya terhadap perekonomian bisa diantisipasi.

Mengenal istilah Rojali hingga Rohana yang lagi ramai di Mal

Fenomena Rojali dan Rohana kini jadi sorotan di berbagai pusat perbelanjaan. Istilah ini merujuk pada kebiasaan pengunjung yang datang ke mal tapi pulang tanpa membawa belanjaan, hanya sekadar cuci mata atau makan bersama teman.

Belakangan, istilah baru yaitu Robeli (rombongan benar-benar beli) mulai disebutkan oleh Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anne Patricia Sutanto. Ia menyebut, Robeli baru bisa terwujud kalau daya saing produk lokal meningkat dan daya beli masyarakat ikut terdongkrak.

Anne menjelaskan, bahwa daya saing yang tinggi mampu mendorong peningkatan investasi. Kondisi ini pada akhirnya akan menciptakan buying power di kalangan masyarakat.

"Plus kalau kita berdaya saing otomatis investasi yang ada bertumbuh, tidak berkurang dan investasi yang ada bisa memberikan buying power. Jadi istilah Rohana, Rojali, itu tidak menjadi Rohana Rojali, tapi bener-bener Robeli, bener-bener dibeli," kata Anne.

Fenomena Rojali dan Rohana sering kali terlihat saat mal ramai tapi transaksi sepi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), akronim adalah singkatan yang dilafalkan sebagai kata wajar, contohnya ponsel atau galbay. Nah, Rojali dan Rohana adalah akronim serupa yang kini banyak digunakan untuk menyebut perilaku unik para pengunjung mal.

Rojali berarti rombongan jarang beli, sementara Rohana adalah rombongan hanya nanya. Keduanya sering terlihat di pusat perbelanjaan, terutama saat akhir pekan atau libur panjang.

Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, menyebut fenomena ini menjadi tanda turunnya permintaan di sektor ritel. Ia mengatakan, bahwa pelaku usaha ritel merasakan penurunan tersebut cukup signifikan.

"Rojali dan Rohana ini kan konsep lebih ke daya beli. Karena di ritel sendiri mereka merasakan pelaku-pelaku ritel kami bahwa adanya penurunan demand, itu terasa sekali," ujar Shinta.

Penyebab munculnya banyak Rojali dan Rohana di tengah masyarakat

Ketua Umum APPBI, Alphonsus Widjaja, menjelaskan alasan munculnya fenomena ini berbeda-beda tergantung kelas sosial. Kelas menengah atas cenderung menahan belanja karena faktor global, seperti ketidakpastian makroekonomi dan pilihan investasi.

Sementara itu, kelas menengah ke bawah terdampak penurunan daya beli karena uang yang mereka pegang semakin sedikit. Meski begitu, mereka tetap memilih datang ke mal untuk sekadar jalan-jalan atau makan.

"Kalau yang di kelas menengah atas, penyebabnya misalkan mereka lebih ke hati-hati dalam berbelanja. Apalagi kalau ada pengaruh makroekonomi, mikroekonomi dari global. Sehingga mereka (memilih) belanja atau investasi? 'Kan itu juga terjadi," ujar Alphonsus.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto juga menambahkan, bahwa tren masyarakat sekarang lebih sering ke mal untuk makan. Ia menyebut banyak pusat perbelanjaan yang memperbanyak area kuliner karena mengikuti kebiasaan tersebut.

"Sekarang memang trennya kebanyakan ke mal itu makan dan itu beberapa lama terakhir kan trennya ke sana. Makanya banyak mal yang memperbanyak kuliner," kata Airlangga.

Pergeseran belanja ke platform online juga membuat transaksi di toko fisik semakin menurun. Banyak kini pengunjung yang hanya melihat-lihat produk sebelum akhirnya membeli secara online dengan harga lebih murah.

Studi ungkap fenomena Rojali dan Rohana bisa jadi alarm ekonomi nasional

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut fenomena Rojali dan Rohana bukan hanya sekadar tren sosial biasa. Menurut Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, kondisi ini dapat menandakan adanya tekanan konsumsi di masyarakat.

Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2025 menunjukkan penurunan konsumsi terjadi bukan hanya di kelas bawah, tetapi juga merambah kelas atas. Hal ini memperlihatkan kehati-hatian berbelanja kini meluas ke lintas lapisan sosial.

Bank Indonesia (BI) mencoba mengantisipasi dengan menurunkan BI-Rate agar bunga kredit lebih terjangkau. Tujuannya adalah meningkatkan daya beli masyarakat sehingga konsumsi rumah tangga kembali bergairah.

Fenomena ini dianggap penting karena konsumsi rumah tangga merupakan penopang utama perekonomian Indonesia. Jika dibiarkan, perlambatan konsumsi bisa berdampak pada banyak sektor lainnya.

"Rojali adalah sinyal penting bagi pembuat kebijakan untuk tidak hanya fokus menurunkan angka kemiskinan, tetapi juga memperhatikan ketahanan konsumsi dan stabilitas ekonomi rumah tangga kelas menengah bawah," ujar Ateng Hartono.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(ndf/som)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda