Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

7 Contoh Cerpen Sumpah Pemuda yang Penuh Makna & Menginspirasi

Annisya Asri Diarta   |   HaiBunda

Jumat, 24 Oct 2025 18:15 WIB

Cerpen Sumpah Pemuda
Cerpen Sumpah Pemuda/ Foto: Getty Images/FatCamera
Daftar Isi

Menjelang Sumpah Pemuda, pastinya Si Kecil akan melaksanakan beberapa lomba, terutama lomba menulis cerita pendek (cerpen). Kegiatan ini bukan hanya menyenangkan, tetapi juga menjadi sarana edukatif untuk menanamkan nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air.

Melalui cerita, anak-anak dapat mengekspresikan pandangan mereka tentang semangat persatuan dengan cara yang kreatif dan penuh imajinasi. Cerpen bertema Sumpah Pemuda memberikan ruang bagi anak untuk mengenal sejarah bangsanya sambil mengembangkan kemampuan menulis.

Cerita yang diangkat bisa mengambil berbagai sudut pandang, mulai dari kehidupan pelajar yang belajar tentang pahlawan, hingga kisah imajinatif yang menggabungkan masa lalu dan masa kini. Hal ini membantu anak memahami bahwa perjuangan dan semangat kebangsaan bisa diungkapkan dengan cara yang dekat dengan dunia mereka.

Dengan pendekatan yang sesuai usia dan cara berpikir anak, lomba menulis cerpen bertema Sumpah Pemuda bisa menjadi media yang efektif untuk membangun karakter sekaligus menggugah semangat nasionalisme. Bunda dapat memberikan arahan dan inspirasi agar anak semakin termotivasi menghasilkan karya yang bermakna.

7 Contoh cerpen sumpah pemuda yang penuh makna & menginspirasi

Dikutip dari buku Kumpulan Cerpen Indahnya Hidup Berhasthalaku SMAN 1 Sumberlawang, terdapat contoh cerpen Sumpah Pemuda yang penuh makna dan menginspirasi untuk Si Kecil. Simak selengkapnya.

1. Bahasa Mempersatukan Kita

Suatu hari ada seorang anak yang bernama Sinta. Sinta memiliki sifat yang ramah dan mudah bergaul. Suatu saat di sekolah Sinta terpilih untuk mengikuti kegiatan jambore di Jakarta. Awalnya Sinta ragu tapi ia mencoba untuk tetap mengikuti jambore tersebut.

Di hari Kamis Sinta berangkat pukul 06.00 pagi menaiki bus bersama teman-temannya yang juga terpilih mengikuti jambore.

Di dalam bus, Sinta hanya bisa termenung karena tidak tahu ingin melakukan apa. Sesampainya di Jakarta lebih tepatnya di lapangan jambore tersebut, Sinta segera menuju ke tenda. Sesampainya di tenda, Sinta meletakkan semua barang-barangnya di tenda. Sinta terkejut ketika di dalam tenda sudah ada dua orang yang duduk di dalam tenda tersebut. Dua orang itu adalah peserta jambore yang berasal dari luar pulau Jawa.

Sinta berusaha untuk mengajak berkenalan dengan teman satu tendanya itu, tapi saat ingin mengajak berkenalan Sinta merasa ragu karena mereka berbeda daerah, dan pastinya juga berbeda bahasa. Ketika Sinta sedang duduk sendirian untuk beristirahat, tiba-tiba ada dua orang siswa yang ikut duduk di samping Sinta dan mengajak berkenalan. Tak disangka, dua orang itu adalah teman satu tendanya. Kedua siswa tersebut bernama Intan dan Lala.

Intan berasal dari Papua dan Lala berasal dari Medan. Sinta belum sempat memperkenalkan diri kepada mereka, tiba-tiba ada suara toa menandakan kegiatan jambore akan dimulai.

Selesai kegiatan jambore bersama, para peserta disuruh untuk beristirahat dan kembali ke tenda masing-masing. Untuk malam harinya ada kegiatan upacara api unggun, karena jadwal kegiatan yang terlalu padat bahkan kegiatan selesai sampai jam 23.00 malam, membuat Sinta sampai kelelahan.

Sinta telat bangun, dia terburu-buru untuk bersiap-siap karena pagi ini ada kegiatan upacara jambore dan membuat dirinya tidak sempat untuk sarapan. Sinta berlari-lari mengejar kelompoknya dan mulai ikut berbaris.

Di tengah-tengah upacara jambore, Sinta merasa pusing dan penglihatannya mulai kunang-kunang, tidak lama kemudian Sinta pingsan. Melihat Sinta pingsan, Intan dan Lala langsung menghampiri Sinta dan membawa Sinta ke tenda darurat.

Selang beberapa menit, Sinta pun terbangun. Intan dan Lala langsung mendekati Sinta, Intan bertanya dengan Bahasa Papua, “Kamu kenapa Sinta? Tadi pagi kamu belum sarapan ya?”

Sinta menatap Intan, karena tidak paham apa yang dia ucapkan. Lala yang mengetahui jika Sinta tidak paham dengan apa yang diucapkan Intan, dirinya pun menegur Intan.

“Heii, Sinta tidak tau apa yang kamu ucapkan,” lalu Lala menyarankan agar intan menggunakan Bahasa Indonesia saja supaya mudah untuk dimengerti “Sebaiknya kamu menggunakan Bahasa Indonesia agar Sinta dapat memahami apa yang kamu bicarakan.” Sinta berterimakasih kepada Intan dan Lala karena sudah menolongnya.

Di sini, Sinta mulai mengerti walaupun berbeda bahasa daerah mereka tetap menolong tanpa membeda-bedakan. Pengalaman tersebut merupakan hal yang paling terkesan dalam hidup Sinta karena dapat bertemu dengan teman yang berbeda keragaman. Kami memang berbeda asal dan bahasa. Namun, hal itu bukanlah menjadi halangan bagi kami untuk terus bersatu dalam perbedaan.

Bahasa Indonesia telah mempersatukan perbedaan bahasa di antara kami, seperti poin ketiga dalam teks Sumpah Pemuda yang berbunyi “Kami putra-putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Justru perbedaan di antara kita ini sebagai pengikat, sehingga terbentuklah persatuan dengan sikap toleransi, saling menghormati dan menghargai. Jadi kita dapat semakin mempererat persatuan di antara keberagaman di Indonesia. Seperti semboyan bangsa Indonesia yaitu “Bhinneka Tunggal Ika” yang memiliki arti walaupun berbeda-beda tetap satu jua. 

2. Kita Beda Kita Bersama

Ada sebuah geng yang beranggotakan enam orang, terdiri dari tiga laki- laki dan tiga perempuan. Namanya adalah Aodra geng. Mereka memiliki agama dan keturunan yang berbeda-beda. Tapi tidak menjadi masalah bagi mereka walaupun memiliki perbedaan.

Mereka sudah berteman sejak SMP dan sekarang mereka telah duduk di bangku SMA. Mereka bersekolah di SMA Bhinneka, yang merupakan SMA terfavorit di Kota Bandung. SMA berprestasi yang dikelilingi oleh murid-murid cerdas dan merupakan SMA elite kelas atas.

Niesha Almahyra gadis keturunan Jawa yang beragama Islam. Jemima Anundira gadis Sunda yang beragama Kristen. Alintara Garvita keturunan Bali beragama Hindu. Geraldo Derovano keturunan Batak beragama Kristen. Revangga Algara keturunan Bali dan beragama Hindu. David Hutabarat barudak Bandung yang beragama Islam.

Aodra geng sudah dikenali banyak penduduk Kota Bandung. Karena mereka merupakan anak dari pengusaha-pengusaha terkenal di Kota Bandung. Di Sekolah, Aodra geng juga dikenali banyak murid SMAKA (SMA Bhinneka). Banyak yang terkagum dengan Aodra geng karena parasnya yang menawan. Sebelum pelajaran dimulai, Aodra geng memilih untuk nongkrong di kantin. Mereka berbincang-bincang dan sesekali tertawa akan hal lucu.

"TET TET." Suara bel menandakan pelajaran akan segera dimulai. Aodra geng meninggalkan kantin dan segera menuju ke kelas. Mereka satu kelas dan berada di kelas X IPS 1, merupakan kelas VIP yang murid-muridnya berasal dari keluarga konglomerat.

Saat kelas dimulai, pelajaran jam pertama adalah PPKN. Bu Ida yang merupakan guru PPKN memberikan materi tentang toleransi.

"Hari ini kita belajar tentang toleransi, siapa yang tau apa itu toleransi?" tanya Bu Ida kepada murid X IPS 1.

Jemima: "Toleransi adalah sikap saling menghargai Bu."
Alintara: "Toleransi juga saling menghormati."
David: "Toleransi hidup berdampingan, tanpa memandang agama, ras, suku, dan golongan."
Revangga: "Toleransi adalah sikap saling mengerti dengan sesama."
Geraldo: "Toleransi adalah tidak memandang dan memilih-milih teman Bu."

"Bagus, semua benar, tapi jika ada yang bisa menyimpulkan pengertian toleransi akan Ibu berikan nilai plusnya." "Giliran aku menjawab ini", batin Niesha.

Aku pun mengangkat tanganku dan Bu Ida langsung menunjuk padaku.

"Ya, silahkan Niesha. Jelaskan pengertian dari toleransi."

Aku dengan tenang pun menjawab, "Toleransi adalah sikap saling menghargai, menghormati, mengerti, peduli, serta hidup berdampingan tanpa memandang agama, suku, ras, golongan, maupun lainnya."

"Bagus, sangat bagus. Niesha Almahyra", puji Bu Ida kepadaku.

"Nahh, Ibu akan menjelaskan sedikit tentang toleransi. Seperti yang disimpulkan teman-teman kita tadi, bahwa toleransi adalah sikap saling menghargai. Tahu menghargai? Menghargai adalah hal paling sederhana yang bisa kita lakukan, seperti tadi Ibu yang menghargai pendapat kalian semua tentang apa itu toleransi. Sikap saling mengerti, toleransi jika sikap saling mengerti. Dari lingkungan kita seperti keluarga, sebuah keluarga harus saling mengerti mau itu orang tua yang mengerti anaknya, ataupun anaknya yang mengerti orang tuanya harus saling melengkapi juga menjadi landasan dasar sebuah keluarga. Dan sikap peduli, peduli sesama manusia itu sangat penting ya, hal paling sederhana dalam peduli itu saling tolong menolong. Yang terakhir toleransi adalah sikap hidup saling berdampingan. Contohnya di kelas ini tidak semuanya memiliki agama yang sama, keturunan yang sama, warna kulit yang sama kan? ini juga dikatakan toleransi dengan saling mengakrabkan diri dengan teman ataupun siapapun dan tidak saling membedakan," penjelasan panjang lebar Bu Ida.

"Baik, pelajaran kita kali ibu akhiri sampai disini dulu." Setelah mengatakan itu Bu ida langsung meninggalkan kelas X IPS 1.

Saat jam sekolah sudah selesai, mereka mampir ke sebuah cafe yang jaraknya tidak jauh dengan sekolahan. Di sana mereka menghabiskan waktu dengan bertukar cerita dan bermain game bersama. Tak terasa adzan Maghrib sudah berkumandang. Niesha dan David memutuskan untuk sholat dulu di mushola yang sudah tersedia di cafe itu.

"Guys, kita izin sholat dulu ya", ucap David.

"Ini game-nya bentar lagi menang loh, salat nya nanti aja kek bro", pinta Revangga kepada David.

"Lagian baru juga adzan. Cepet-cepet banget sih", lanjut Geraldo.

"Heh! kalian apa-apaan sih. Kepercayaan kita berbeda- beda, seharusnya kita saling menghargai satu sama lain. Neisha dan David ingin melakukan ibadahnya. Tapi kalian malah mencegah? teman macam apa kalian!" bentak Jemima kepada Revangga dan Geraldo.

"Padahal baru tadi kita belajar tentang toleransi, Kalian juga menjawab pengertian dari toleransi", lanjut Alintara.

"Kita berteman sudah sejak SMP tapi kalian tidak bisa menghargai perbedaan teman sendiri?!" tegas Jemima.

"Sudah-sudah, jangan pada berantem nggak baik", Niesha berusaha menenangkan teman-temannya..

"Kami berdua minta maaf Dav, Sha. Seharusnya kami tadi tidak berbicara seperti itu. Dan seharusnya mengizinkan. kalian berdua untuk sholat bukan malah mencegah", permohonan maaf Revangga dan Geraldo.

"Tidak apa-apa bro, kami berdua sudah memaafkan kalian kok", ucap David kepada Revangga dan Geraldo.

"Kebebasan itu mutlak, kebenaran dan kesalahan itu relatif, kelebihan dan kekurangan setiap manusia itu ada, segala sesuatu ada resiko yang harus dipertanggungjawabkan, setiap manusia berhak untuk mengapresiasikan hidupnya juga berpendapat untuk semua yang dia hadapi dengan mempertimbangkan batasan-batasannya, maka dari itu sebagai manusia kita harus saling menghargai antar sesama dan semua perbedaan yang ada," ucap Niesha berpendapat.

"Berbeda bukan berarti tidak bisa bersama. Tapi dengan toleransi, maka perbedaan itu bisa disatukan." Lanjut David dan semua langsung berpelukan satu sama lain.

3. Karena Kita Berbeda

Pada suatu sekolah di pinggiran kota, terdapat murid perempuan bernama Vina. Seorang murid cantik dan juga cerdas. Vina sekarang menduduki bangku kelas 10. Sebagai orang baru di tempat tersebut Vina tidak memiliki teman baik di rumah maupun di sekolah, ditambah lagi Vina juga merupakan seorang yang cukup pemalu untuk berinteraksi dengan siswi lain karena berbeda ras dan agama. Hal tersebut membuat Vina menjadi kurang bersahabat dengan lingkungan barunya.

Hampir setengah semester sudah Vina belajar di tempat tersebut. Sekolah itu bernama Eruditio High School yang bertempat pada kota Hueco Mundo. Sekolah teknologi yang terkenal dan paling besar di kota tersebut. Sebagai salah satu pelajar di Eruditio Highschool Vina berusaha untuk belajar serius agar mendapatkan posisi terbaik di kelasnya dengan harapan untuk bisa mendapatkan teman di sekolah barunya.

Namun kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang diinginkan Vina, yang semula ingin mendapatkan teman untuk dapat mengembangkan diri bersama-sama malah hanya di jadikan tempat contekan saja. Alih-alih bertanya tentang bagaimana atau cara mengerjakan, orang-orang hanya ingin tahu hasil akhir pekerjaan milik Vina saja. Tanpa permisi dan terima kasih, mereka datang dan pergi sesukanya dan terus berulang setiap ada pekerjaan dari pengajar.

Sampai suatu hari saat menjelang libur panjang, Vina yang merasa kurang percaya pada kemampuannya untuk menghadapi ujian praktek tahunan, yakni gelaran unjuk penemuan yang bergengsi di Eruditio High School. Ia memutuskan untuk datang ke museum pengetahuan dan waktu di Eruditio Town yakni perpustakaan nasional Eruditio. Di sana ia mencari dan membaca buku dan video, serta mencoba beberapa percobaan kecil di ruang eksperimen yang disediakan di museum tersebut.

Vina telah membaca dan melakukan riset mengenai ujian praktek yang akan dilakukan, hampir selama tiga hari ia sudah banyak menyelesaikan sedikit demi sedikit pekerjaannya. Pada hari ke empat, Vina mulai merasa bosan dan tidak semangat untuk belajar di museum waktu dan pengetahuan Eruditio. Namun melihat prototipe hasil rancangannya. Selama sehari itu, membuat Vina termotivasi untuk menyelesaikannya, oleh karena itu pada malam hari sekitar pukul 19.00, Vina pun pergi ke museum untuk melanjutkan percobaannya.

Ada malam itu Vina yang hendak mencari buku untuk menyelesaikan projek ciptaannya, kemudian Vina menemukan letak buku yang diinginkannya, Vina bergegas mengambilnya, namun letak buku itu sangat tinggi yang mengharuskannya menggunakan anak tangga untuk mengambilnya. Vina belum bisa mengambil buku tersebut, alhasil Vina harus berusaha keras agar buku tersebut bisa didapatkan. Dengan usahanya, Vina berhasil mendapatkan buku tersebut. Akan tetapi tangga yang dinaiki Vina bergoyang dan menyebabkan Vina terjatuh dari ketinggian.

Saat terjatuh, spontan Vina berteriak "Aaaaa." Mendengar suara kegaduhan tersebut, seseorang yang kebetulan juga berada di dekat sana menghampiri dan menolong Vina yang sedang dalam keadaan tersungkur.

Setelah dibantu untuk berdiri, ia pun berterima kasih pada orang yang telah menolongnya. Vina lantas menanyakan nama orang tersebut, lalu orang tersebut mengenalkan dirinya yang bernama Mai. Vina juga ikut memperkenalkan dirinya sebagai seorang pelajar di Eruditio High School dan setelah itu terjadilah perbincangan yang cukup panjang di antara mereka.

Tak disangka Vina yang seorang pemalu dapat cepat akrab dengan Mai. Ternyata mereka berdua merupakan pelajar di sekolah yang sama. Setelah cukup akrab, Vina mengajak Mai melihat projek milik Vina. Mai terkagum- kagum dengan ide yang Vina gunakan. Kemudian Mai ingin membantu Vina menyelesaikan projeknya.

Berhari-hari mereka mengembangkan projek bersama, yang semula hanyalah prototipe dengan banyak kekurangan menjadi suatu teknologi yang sudah hampir jadi namun belum sempurna. Berhari-hari itulah yang membuat antara Vina dan Mai menjadi teman yang sangat dekat, berbagi cerita dan pengalaman sudah menjadi hal biasa diantara mereka.

Tak disangka, perayaan IMLEK sudah sudah di depan. mata dan hari itu adalah esok, untuk itu Mai mengundang Vina kerumahnya untuk bersama-sama merayakan tahun baru IMLEK dengan keluarga Mai.

Namun karena Vina memiliki perbedaan agama dengan Mai, sehingga merasa sedikit canggung dengan ajakan Mai untuk berkunjung ke rumahnya. Mengerti perasaan temannya, Mai meyakinkan Vina agar tidak malu untuk berkunjung karena mereka sudah menjadi teman.

Vina yang tidak ingin mengecewakan satu-satunya teman yang ia miliki, kemudian menerima ajakan tersebut. Setelah datang dan merayakan IMLEK bersama Mai, Vina baru menyadari bahwa perbedaan bukanlah suatu hal yang mengerikan tetapi, perbedaan dapat membuat seseorang belajar dari orang, budaya, atau kepercayaan lain.

Hal itu, membuatnya tidak takut berbeda untuk menjadi diri sendiri. Dan untuk membalas kebaikan dari Mai, Vina mengajak Mai untuk makan malam di rumahnya dan untuk membahas masalah pengerjaan projek mereka.

Saat Mai memenuhi ajakan Vina untuk makan malam, Vina mengungkapkan tentang keterbatasan teknologi untuk menyelesaikan projeknya, yaitu berupa pesawat drone yang dapat terbang tanpa dikontrol yakni dengan menggunakan teknologi Al atau kecerdasan buatan. Di antara mereka, tidak ada yang tahu bagaimana mengoperasikan Al dan mengaplikasikannya pada drone tersebut.

Saat berfikir bagaimana cara mengakali keterbatasan tersebut, Mai tiba-tiba teringat pada Fatimah, temannya yang seorang saudagar kaya di daerah pusat kota Hueco Mundo. Mai menjelaskan pada Vina bahwa ia memiliki teman yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini. Dia mengenalkan Fatimah pada Vina yang dirasa dapat membantu mengatasi pengaplikasian Al pada dronenya.

Mendengar kesempatan itu, Vina meminta pada Mal agar dapat bertemu dengan Fatimah. Mai juga ingin main ke rumah Fatimah, sehingga mereka setuju untuk pergi ke Hueco Mundo.

Mereka berdua menggunakan kereta cepat untuk pergi ke pusat kota Hueco Mundo, sampai di sana dia mulai pergi ke kediaman Fatimah dengan berjalan kaki, sekalian untuk menikmati kemegahan kota Hueco Mundo.

Namun saat di tengah perjalanan, Mai melihat seseorang seperti Fatimah sedang membagikan makanan dan minuman gratis pada pengunjung taman bermain. Ia lalu ingin memastikan apakah benar itu Fatimah, dan menghampiri seseorang tersebut. Ternyata benar bahwa ia adalah Fatimah, yang sedang melakukan kegiatan bakti sosial berbagi makanan pada orang-orang di Hueco Mundo.

Mai kemudian ingin membantu Fatimah untuk berbagi makanan bersama-sama. Fatimah tak keberatan dengan hal tersebut, dan kemudian mereka berbagi makanan bersama sampai hari mulai petang.

Kegiatan itu selesai pada jam 14.30, bertepatan pada adzan ashar berkumandang, ketika sudah selesai melakukan bakti sosial Vina ingin langsung meminta pertolongan pada Fatimah. Mai mencegahnya karena untuk membiarkan Fatimah melaksanakan ibadah salat asharnya dahulu, setelah itu barulah mereka menanyakan kesanggupan Fatimah dalam membantu proses pengaplikasian Al pada prosesnya.

Fatimah menghargai niatan Mai, sebagai teman yang meminta bantuan, dan juga mereka telah membantu bakti sosialnya, Fatimah dengan senang hati mau membantu menyelesaikan drone milik Vina dan Mai dengan Cuma-Cuma. Setelah dua hari mereka mengerjakan pemasangan Al pada drone tersebut, dan kemudian dua hari setelahnya mulai pemasangan program dan uji coba pengaktifan. Banyak revisi yang dilakukan oleh mereka bertiga, hingga saat ujian praktek tiba, drone tersebut pun selesai pengerjaannya.

Berkat drone ciptaan mereka, masing-masing dari mereka mendapatkan penghargaan dan mendapat peringkat tertinggi di kelas mereka, dan dengan pengalaman Vina sebelumnya yakni sejak ia terjatuh dari tangga, bertemu Mai, merayakan imlek bersama, membantu Fatimah dalam bakti sosial, dan setelah semua itu Vina mulai memberanikan dirinya untuk berinteraksi dan terbuka pada lingkungan. sekitarnya, dan tidak terlalu memperdulikan perbedaan. yang ia miliki dan orang-orang lain yang akan ia jumpai.

Karena ia telah menyadari bahwa menemukan kesamaan pada orang lain membuat orang tersebut menjadi orang yang menyenangkan, namun orang yang memiliki beberapa perbedaan membuatnya terlihat menarik dan spesial karena tidak ada pada diri orang lain. Hal terpenting dalam berteman bukan seberapa sama kamu dengan dirinya, namun seberapa kalian mampu saling melengkapi satu sama lain. Sehingga membuat perbedaan yang ada menjadi pengerat hubungan dan menjadi lebih kuat di antara orang lain, saling menghargai dan melengkapi adalah suatu hal yang indah bila dilakukan.

4. Indahnya Kebersamaan di Dalam Persatuan

Kemerdekaan adalah suatu pencapaian sebuah bangsa. Tanpa adanya sebuah persatuan, tidak akan ada sebuah kemerdekaan. Bukan sesuatu yang mudah untuk mendapatkan sebuah kemerdekaan bagi negara kita ini. Banyak halangan dan rintangan yang menerpa bangsa kita, Indonesia. Selama 350 tahun, Indonesia telah berjuang melawan penjajah yang ingin menguasai wilayah Indonesia ini beserta kekayaan alam yang tersimpan di dalamnya. Dulu, bangsa ini tercerai berai karena dipengaruhi oleh bangsa penjajah.

Akan tetapi, kita bisa bersatu melawan mereka, berjuang merebut kemerdekaan kita dari bangsa-bangsa penjajah itu. Tidak terhitung berapa banyak orang yang mengorbankan jiwa raganya demi membela tanah air tercinta, Indonesia. Mempertahankan kemerdekaan pun membutuhkan tenaga yang ekstra. Terjadi berbagai macam pemberontakan pasca kemerdekaan, seperti G30S/PKI. Pada saat ini juga, tidak sedikit orang yang gugur mempertahankan kemerdekaan ini agar tidak sia-sia. Yang terkenal, yaitu tujuh Pahlawan Revolusi.

Sekarang ini, kita sebagai warga negara Indonesia harus mempertahankan kemerdekaan yang sudah susah payah dibangun oleh pendahulu kita. Lambang negara ini adalah Bhinneka Tunggal Ika, yang artinya adalah berbeda - beda tapi tetap satu jua, satu saudara, satu bangsa, dan satu negara. Menjaga dan menghormati perbedaan adalah esensinya. Indonesia adalah ladang keragaman suku, budaya, dan agama dengan "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai semboyannya.

Pada sebuah sekolah umum yang bernama SMA Negeri 1 Sumberlawang atau biasa disebut SMANIS, terdapat enam orang siswi kelas 10 yang berteman dengan baik. Lima orang di antaranya berasal dari Jawa. Mereka adalah Bella, Syifa, Desintia, Cahaya, dan Izha. Sedangkan Olivia berasal dari Sulawesi.

Mereka memiliki bahasa yang berbeda. Bella, Syifa, Desintia, Cahaya, dan Izha menggunakan Bahasa Jawa, sedangkan Olivia menggunakan Bahasa Manado. Karena Bella dan yang lainnya tidak mengerti Bahasa Manado, maka mereka berkomunikasi dengan Olivia menggunakan Bahasa Indonesia. Selain berbeda bahasa, mereka juga berbeda kebudayaan dengan Olivia.

Suatu ketika saat jam istirahat, mereka berenam membicarakan tentang kebudayaan yang ada di tempat mereka. "Suku apa yang ada di tempatmu?" tanya Bella kepada Olivia.

Olivia pun menjawab, "Suku di tempatku adalah Suku Minahasa."

Kemudian Cahaya bertanya kepada Olivia, "Terus, tradisi yang ada di sana itu apa saja?"

Olivia pun menjawab, "Ada banyak tradisi yang ada di tempatku, di antaranya adalah Pemanjatan Rasa Syukur, kesenian musik Kolintang, kegiatan Mapalus, upacara Toki Pintu, dan juga Tari Cakalele atau Kabasaran."

"Wah, banyak sekali. Tradisi apa saja itu?" Tanya Izha.

Olivia pun menjawab, "Pemanjatan Rasa Syukur merupakan salah satu prosesi keagamaan. Menurut tradisi masyarakat Minahasa di Manado, memanjatkan rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Esa merupakan hal yang wajib dilakukan, terutama setelah panen. Sedangkan kesenian musik Kolintang adalah sebuah pertunjukan orkes menggunakan alat musik kolintang, yaitu alat musik asli Manado.

"Mapalus adalah bentuk gotong royong dengan prosedur bergiliran anggota ala orang Minahasa. Kalau upacara Toki Pintu adalah upacara adat untuk pernikahan Suku Minahasa yang mayoritas memeluk agama Kristen Protestan. Dan yang terakhir adalah Tari Cakalele atau Kabasaran, yaitu tari yang gerakan tarinya meniru perilaku yang dilakukan para leluhur ketika melawan musuh."

"Terdengar menarik-menarik ya tradisi di Manado," sahut Bella. Setelah menjelaskan tradisi-tradisi yang ada di tempat Olivia tinggal, kemudian Olivia berganti bertanya tentang tradisi-tradisi yang ada di Jawa kepada teman-temannya.

"Tadi kan kalian sudah tanya tentang tradisi-tradisi yang ada di tempatku kan, nah sekarang giliran aku tanya sama kalian. Tradisi-tradisi yang ada di Jawa itu ada apa saja sih?" tanya Olivia.

Kini gantian Syifa yang menjawab, "Jawa memiliki banyak tradisi yang tidak kalah menarik dari Manado, beberapa di antaranya ada Upacara Wetonan, Upacara Ruwatan, Tradisi Syawalan, Tradisi Sadranan, Tradisi Popokan, Upacara Tingkeban, Upacara Tedak Siten, Tradisi Brobosan dan masih banyak lagi."

"Aku tidak pernah mendengar tradisi seperti itu sebelumnya, tradisi apa saja itu?" Tanya Olivia.

Cahaya yang dari tadi hanya mendengarkan, kini ikut menyahut, "Upacara Wetonan itu biasanya dilakukan untuk mensyukuri kelahiran seseorang. Kalau Upacara Ruwatan itu, biasanya dilakukan untuk melepaskan seseorang dari petaka dan memperoleh keselamatan. Nah, kalau Syawalan itu adalah tradisi yang biasanya dilakukan tujuh hari setelah Lebaran, dengan maksud untuk menyucikan diri atau menghapus dosa-dosa yang berhubungan dengan sesama manusia.

Kalau Tradisi Sadranan atau Nyadran itu adalah tradisi dengan cara mengunjungi makam atau kuburan leluhur, biasanya tradisi Sadranan itu bertujuan untuk mengingatkan diri bahwa semua manusia pada akhirnya juga akan mengalami kematian. Tradisi ini biasanya dilakukan di Bulan Sya'ban atau Ruwah, umumnya dilakukan masyarakat Jawa, khususnya di daerah pedesaan. Nah, kalau Tradisi Popokan itu..." "Cay!" belum sempat Cahaya melanjutkan penjelasannya mengenai tradisi yang ada di Jawa, tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya. Cahaya lantas menoleh untuk melihat siapa orang yang memanggilnya.

"Loh, Mecca? Kenapa, Ca?" tanya Cahaya setelah mengetahui jika yang memanggilnya adalah Mecca, salah satu teman sekelas mereka. "Anu, ada latihan teater mendadak. Ini kamu sudah ditungguin sama pelatihnya di ruang teater," jelas Mecca. "Oalah, bentar bentar. Kamu duluan saja ke ruang teaternya, nanti aku nyusul," kata Cahaya menanggapi perkataan Mecca. "Oke, Cay," kata Mecca.

Setelahnya, Cahaya segera bersiap untuk pergi ke ruang teater.

"Eh, aku ke ruang teater dulu ya? Nanti kalau ada guru masuk tolong izinkan aku ke gurunya," pinta Cahaya kepada teman-temannya.

Sontak, teman-temannya langsung menganggukkan kepala. "Semangat, Cay, latihan teaternya!" kata Olivia memberi semangat.

"Iya, terima kasih ya," balas Cahaya.

"Ya sudah, aku keluar dulu ya," lanjutnya sambil berjalan menuju pintu kelas.

Teman-temannya melihat pergerakan Cahaya saat dia menuju keluar kelas.

Setelahnya, tubuh Cahaya sudah tidak terlihat lagi karena dia telah sepenuhnya keluar kelas.

"Eh, Tradisi Popokan itu apa? Lanjutin dong yang tadi, aku penasaran banget sama tradisi Popokan karena tradisinya kedengaran unik banget," ujar Olivia tiba-tiba.

Sontak teman-temannya segera mengalihkan pandangan mereka ke arah Olivia.

"Oh. Kalau Tradisi Popokan itu adalah tradisi yang memiliki tujuan untuk menjauhkan kejahatan dan menolak bala. Tradisi Popokan ini juga menjadi wujud dari rasa syukur yang dirasakan oleh masyarakat kepada Sang Pencipta dikarenakan telah memberikan keselamatan."

"Wah, ternyata penjelasannya tidak kalah menarik dengan namanya ya," kata Olivia setelah mendengar penjelasan dari Sintia.

"Iya. Tadi ada beberapa tradisi lagi tuh yang belum dijelasin, kamu mau dengerin lagi?" tanya Sintia.

"Iya, aku juga penasaran sama tradisi yang lain," kata Olivia.

"Oke, aku jelasin ya. Selanjutnya, ada Upacara Tingkeban. Tradisi satu ini merupakan upacara Jawa Tengah untuk memperingati tujuh bulanan bayi yang ada di dalam kandungan atau upacara tujuh bulanan kehamilan. Upacara Tingkeban dilaksanakan dengan tujuan sebagai sarana berdoa agar jabang bayi yang berada dalam kandungan selalu mendapatkan kesehatan.

Di samping itu, masyarakat Suku Jawa juga mempercayai bahwa Upacara Tingkeban harus dilaksanakan agar ibu dan anak yang berada dalam kandungan terhindar dari segala marabahaya. Selain itu, dalam tradisi Suku Jawa, setiap bayi yang usianya telah mencapai tujuh atau bahkan delapan bulan juga disarankan untuk melaksanakan suatu ritual adat, seperti Tedak Siten. Istilah dari Tedak Siten berasal dari Bahasa Jawa. Kata tedak artinya adalah kaki, sementara siten atau siti artinya adalah tanah.

Menurut Masyarakat Jawa, Tedak Siten dilakukan dengan tujuan agar anak tersebut setelah dewasa nanti menjadi kuat dan mampu berdiri sendiri dalam memikul tantangan kehidupan. Yang terakhir itu ada Upacara Brobosan. Tapi, aku kurang tahu penjelasan dari upacara itu, jadi aku nggak bisa ngejelasin ke kamu.

"Maaf ya," jelas Sintia panjang lebar.

"Oh gitu. Nggak apa-apa deh. Nanti aku bisa nyari sendiri di internet tentang tradisi itu," kata Olivia.

Kami memang berbeda asal, bahasa, budaya, dan adat istiadat. Namun, hal itu bukanlah menjadi halangan bagi kami untuk terus bersatu dalam perbedaan. Bahasa Indonesia telah mempersatukan perbedaan bahasa di antara kami, seperti poin ketiga dalam Teks Sumpah Pemuda yang berbunyi, "Kami putra putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia."

Justru, perbedaan di antara kita ini menjadi pengikat, sehingga terbentuklah persatuan. Dengan sikap toleransi, saling menghargai dan menghormati inilah kita dapat semakin mempererat persatuan di antara keberagaman di Indonesia. Seperti semboyan bangsa Indonesia yaitu "Bhinneka Tunggal Ika" yang memiliki arti walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Selain mereka mempunyai kebudayaan dan bahasa yang berbeda, mereka juga mempunyai karakteristik yang berbeda. Namun, perbedaan tersebut tidak menghalangi mereka untuk berteman dengan baik. Karena pada dasarnya, semua manusia itu sama meskipun suku, ras, bahasa, budaya, adat istiadat, maupun agama mereka berbeda.

Dikutip dari buku Modul Ajar Kurikulum Merdeka 2022 PPKN SD Kelas 4 Negeri Padangsari 01 oleh Danang Prasetyo, S.Pd, terdapat contoh cerpen Sumpah Pemuda yang penuh makna dan menginspirasi untuk Si Kecil. Simak selengkapnya.

5. Perjuangan Sumpah Pemuda

Hari ini adalah tanggal 28 Oktober. Pada tanggal tersebut seluruh rakyat bangsa Indonesia memperingati hari Sumpah Pemuda, tidak terkecuali di SDN Setiajaya. Seluruh warga sekolah memperingati hari Sumpah Pemuda dengan mengadakan upacara bendera. Sewaktu upacara, bapak Kepala Sekolah memberikan amanat tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan.

Dalam amanatnya tersebut, Bapak Kepala Sekolah mengingatkan kepada seluruh warga sekolah untuk senantiasa meningkatkan persatuan dan kesatuan. Menurut Bapak Kepala Sekolah, perbedaan yang ada di sekolah atau masyarakat tidak boleh dijadikan hambatan untuk bersatu, tetapi harus dijadikan sebagai pendorong meningkatnya persatuan dan kesatuan.

Selesai melaksanakan upacara, seluruh peserta didik masuk ke kelasnya masing-masing untuk melaksanakan proses pembelajaran seperti biasanya. Seluruh peserta didik kelas empat telah berada di ruangan kelasnya. Tidak lama kemudian, Bu Indah masuk ke kelas dan hari ini akan mengajak seluruh peserta didiknya belajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

"Anak-anak tadi kita telah melaksanakan upacara memperingati hari Sumpah Pemuda. Kata Bapak Kepala Sekolah tadi kita harus senantiasa meningkatkan persatuan dan kesatuan. Kebetulan pada pertemuan kali ini Ibu akan mengajak kalian untuk mengenal makna semboyan Bhinneka tunggal ika? Apakah kalian sering mendengar atau melihat tulisan semboyan tersebut?" tanya Bu Indah.

"Sering, Bu," jawab seluruh peserta didik.

"Bagus. Ada yang tahu di manakah tulisan semboyan Bhinneka tunggal ika itu sering kita lihat?" Bu Indah kembali bertanya.

"Saya, Bu. Semboyan Bhinneka tunggal ika sering kita temukan pada lambang negara kita, Burung Garuda Pancasila. Semboyan tersebut tertulis dalam seuntai pita yang digenggam oleh dua kaki burung garuda sebagai lambang Negara Republik Indonesia. Coba teman-teman perhatikan gambar burung garuda di depan kelas kita ini!" jawab Jaka sambil menunjuk gambar burung garuda yang terpasang di depan kelas.

"Bagus. memang benar tulisan semboyan Bhinneka tunggal ika sering kita temukan pada lambang negara. Nah setelah kalian memperhatikan gambar lambang negara kita, diantara kalian ada yang tahu arti semboyan Bhinneka tunggal ika?" Tanya Bu Indah.

"Saya Bu. Bhinneka tunggal ika artinya walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua," jawab Dewi.

"Benar sekali jawabanmu. Semboyan Bhinneka tunggal ika berasal dari Bahasa Sansakerta. Semboyan ini diambil dari sebuah kalimat yang terdapat dalam buku Sutasoma karya Mpu Tantular pada zaman kerajaan Majapahit. Kalimat tersebut sebenarnya tidak hanya terdiri dari tiga kata, tetapi lebih panjang.

Kalimat lengkapnya adalah Bhinneka tunggal ika, tan hana dharma mangrwa yang artinya adalah meskipun kita berbeda-beda, kita tetap satu jua, tidak ada hukum yang mendua," jelas Bu Indah sambil menulis kalimat semboyan tersebut.

"Kalimat tersebut menggambarkan keadaan masyarakat kerajaan Majapahit yang beraneka ragam. Keanekaragaman mereka terutama dalam hal agama yang dipeluknya. Mereka ada yang memeluk agama Siwa, Budha dan kepercayaan yang telah ada sebelumnya. Mereka hidup rukun berdampingan secara damai. Adapun hukum yang berlaku bagi seluruh masyarakat dan negara adalah satu, yaitu hukum Negara Majapahit," lanjut Bu Indah.

"Bu, mengapa kalimat tersebut dijadikan semboyan negara kita sampai sekarang?" Tanya Putu.

"Pertanyaan yang bagus. Salah satu alasan mengapa kita menjadikan Bhinneka tunggal ika sebagai semboyan negara adalah bahwa keadaan bangsa Indonesia mirip dengan keadaan masyarakat Kerajaan Majapahit tempo dulu. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang beraneka ragam. Keanekaragaman bangsa Indonesia meliputi banyak hal diantaranya agama, suku bangsa, budaya daerah dan sebagainya," jawab Bu Indah.

"Coba kalian perhatikan kondisi kelas kita. Kelas kita adalah kelas yang beraneka ragam suku bangsa, budaya, dan agamanya. Misalnya Jaka berasal dari suku Sunda, Dewi berasal dari suku Jawa, Putu berasal dari suku Bali, Ucok berasal dari suku Batak, Andi berasal dari suku Bugis/Makassar dan sebagainya. Akan tetapi meskipun demikian, kalian tetap bersatu. Nah begitu juga dengan bangsa Indonesia, meskipun terdiri dari berbagai suku bangsa, budaya, agama, dan sebagainya, tetapi harus tetap memegang teguh persatuan dan kesatuan bangsa," lanjut Bu Indah.

"Bu, mengapa bangsa dan negara Indonesia harus bersatu dalam keanekaragaman?" Tanya Jaka.

"Begini Jaka, kamu tentunya masih ingat peribahasa yang mengatakan bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Peribahasa itu merupakan tekad para pejuang kita sebelum Indonesia merdeka. Para pejuang bertekad, dengan persatuan mereka dapat melawan penjajahan dan merebut kemerdekaan. Tekad tersebut harus selalu kita ingat, sebagai tekad mempersatukan bangsa kita yang beraneka ragam. Keanekaragaman suku bangsa, budaya dan agama tidak boleh menimbulkan perpecahan di antara warga. Keanekaragaman itu justru harus membuat kita bersatu sebagai bangsa yang kuat dan disegani oleh negara lainnya," jelas Bu Indah.

"Baiklah anak-anak ibu cukupkan sampai disini pembelajaran pada pertemuan kali ini. Di rumah silakan kalian cari berbagai bentuk keanekaragaman suku bangsa dan budaya yang ada di Indonesia," kata Bu Indah sambil menutup proses pembelajaran kali ini. 

6. Bahasa yang Mempesatukan Keberagaman

Karya: Yasinta Desty Natalia

Ketika mentari menampakkan dirinya dengan malu-malu di ufuk timur, aku pun segera terbangun dari tidur malamku yang nyenyak. Setelah itu, aku pun lekas makan dan mandi sebelum jam keberangkatan keretaku tiba.

Segala perlengkapan yang telah ku persiapkan tadi malam pun sudah tersusun rapi di dalam mobil yang akan mengantarku ke stasiun.

"Hati-hati di jalan ya Nak, dan jaga dirimu selama di Magelang!" ucap mamaku memberi nasihat. Papaku pun turut memberi nasihat, "Ingat selalu berdoa, dan hanya tiga hari di sana ya Nak!"

"Siap Mama dan Papaku," jawabku sambil mencium punggung tangan Mama dan Papaku bergantian. Aku pun melambaikan tanganku kepada Mama Papa sewaktu kereta akan berangkat meninggalkan stasiun Senen.

Sepanjang perjalanan, aku melihat segala pemandangan dari jendela kereta api yang mengantarku ke tempat tujuanku. Hari ini aku senang sekali karena akan kembali berjumpa dengan Cindy, Dinda dan Dini. Mereka adalah teman lamaku yang sudah lima tahun tidak berjumpa.

Di Sekolah Dasar aku dipertemukan dengan mereka, dan sampai saat ini kami masih berteman baik. Namun, kami saling berpisah ke provinsi yang berbeda-beda setelah kami lulus dari Sekolah Dasar.

Cindy kini tinggal di Padang, Dinda tinggal di Manado, dan Dini yang tinggal di Magelang. Orang tua kami saling mengenal bahkan memiliki hubungan yang tidak kalah dekatnya, karena hal itulah kami sangat mudah untuk diberikan izin ke Magelang.

Setiba di rumah Dini, aku melihat teman-temanku yang sudah berkumpul. Aku melambaikan tangan dan lekas berlari menghampiri mereka.

"Hai teman-teman aku rindu kalian," tuturku sambil menangis karena rasa rindu yang mendalam. "Hai Jeslin kami juga rindu kamu, akhirnya kamu sampai juga," tutur Dinda. Mereka kini saling berpelukan dan saling melepas rindu.

Selagi kami melepas rindu, Tante Amber datang menghampiri kami dengan senyum yang tampak di wajahnya. Kami pun langsung mencium punggung tangan Tante Amber dan mengatakan, "Hai Tante Amber, kami rindu Tante. Apa kabar Tan?"

"Hai anak-anak, Tante juga rindu kalian. Kabar Tante baik, bagaimana kabar kalian dan orang tua kalian di rumah?" tutur Tante Amber, mama Dini.

"Puji Tuhan, kami dan orang tua kami baik Tan," jawab Jeslin. Dengan senyum yang lebar, Tante Amber pun menjawab "Syukurlah kalian beserta dengan orang tua sehat semua, oh ya mari masuk ke dalam anak-anak dan bereskan barang bawaan kalian! Tante yakin pasti banyak hal yang akan kalian ceritakan setelah ini."

Kami pun bergegas membereskan barang bawaan kami ke kamar yang telah disediakan Tante Amber kepada kami. Setelah kami membereskan barang bawaan kami, Tante Amber mengajak kami untuk makan sore bersama di ruang makan.

"Wah mantap masakan Tante dari dulu tidak pernah berubah, selalu hadir dengan kelezatan yang maksimal. Iya kan teman-teman?" tutur Cindy, Dinda dan aku pun memberikan jari jempol kepada Tante Amber sebagai tanda setuju atas ucapan Cindy. "Ah kalian bisa saja," jawab Tante Amber dengan malu-malu.

Setelah makan sore kami pun berkumpul di ruang keluarga dan saling bercerita banyak hal. Tidak terasa kami bercerita cukup lama, sehingga langit sudah gelap yang menandakan hari sudah malam. Di sepanjang pembicaraan, kami saling bertukar cerita tentang kebudayaan yang berbeda dari tempat tinggal kami. "Wah ternyata di daerah kalian upacara adatnya masih sangat dilestarikan ya," tuturku kagum.

"Iya Jes agar keturunan kita selanjutnya pun juga bisa melihatnya. Oh ya teman-teman, waktu sudah malam nih mari kita tidur untuk mempersiapkan stamina sebelum esok hari kita ke Borobudur," tutur Dini.

Kami pun serentak mengucapkan, "Oke baiklah, selamat tidur semua."

Pagi pun tiba, di mana kami sedang sibuk mempersiapkan segala barang bawaan kami sebelum pergi ke Borobudur. Kami sangat antusias pergi ke sana karena, Candi Borobudur adalah salah satu peninggalan kerajaan Mataram Kuno, bahkan telah masuk ke dalam 10 keajaiban dunia. Oleh sebab itu, sudah sepatutnya kami berbangga menjadi anak Indonesia.

Setelah semua siap, kami pun langsung masuk ke mobil yang akan dikendarai oleh Tante Amber. Tante Amber akan mengantar kami hingga ke Candi Borobudur. Di sepanjang perjalanan kami bernyanyi dan bercanda ria bersama, hingga tidak terasa kami sudah hampir tiba di tujuan.

"Jaga diri baik-baik ya anak-anak, kalau butuh sesuatu telpon Tante saja," tutur Tante Amber. "Oke Tante," tutur kami serempak sambil mencium punggung tangan Tante Amber.

Saat sampai, kami langsung mengambil foto bersama dengan candi Borobudur untuk dijadikan kenang-kenangan. Kami mengambil banyak jepretan sehingga kami lelah dan memutuskan untuk duduk lesehan bersama sambil makan tempe yang dibekali Tante Amber untuk kami.

"Latiah bana," tutur Cindy spontan sambil mengusap keringat di jidatnya.

"Kamu ngomong apa Cin? Aku tidak mengerti bahasa Minang," ucapku pada Cindy.

"Oh iya ya, kenapa aku menggunakan Bahasa Minang? Maaf teman-teman, tadi itu artinya cukup melelahkan juga ya," tutur Cindy menjelaskan pada kami.

"Oh iya memang melelahkan banget nih apa lagi panas terik begini," jawab Dinda membenarkan ucapan Cindy.

"Teman-teman, sepertinya seru deh kalau kita menggunakan bahasa daerah masing-masing, jadi kita saling belajar," usulku pada teman-teman.

"Oke, kalian da ba apa dang? Itu artinya kalian lagi apa?" tutur Dinda bertanya dengan Bahasa Manado.

"Kita lagi mangan bareng kanca-kanca. Itu artinya kita lagi makan bersama teman-teman," jawab Dini dengan Bahasa Jawa.

"Gegares ape tu? Itu artinya makan apa tu?" tanyaku dengan bahasa Betawi.

"Kito sadang makan tempel, itu artinya kita sedang memakan tempe," jelas Cindy dengan bahasa Minang.

Selagi kami berbincang dengan bahasa ibu, tiba-tiba ada turis wanita yang menghampiri kami. "Hai, kalian sedang apa? Bahasa apa yang kalian gunakan?" tutur turis itu dengan bahasa Indonesia yang belum terlalu lancar.

"Hai Kak, kami sedang berkumpul dan berbincang dengan menggunakan bahasa daerah kami, masing-masing" jawabku kepada turis itu. Turis itu tampak sedang mengetik kata-kata di aplikasi gadgetnya, ternyata dia menggunakan bantuan aplikasi untuk berkomunikasi dengan kami.

"Oh begitu, beragam juga ya bahasa daerah Indonesia. Teman-teman bolehkah aku bergabung?" tanya Kakak turis itu.

"Ya boleh kok Kak, sebelumnya perkenalkan namaku Dini dan ini teman-temanku bernama Cindy, Dinda, dan Jeslin. Kakak namanya siapa?" tutur Dini memperkenalkan kami. "Namaku Caroline, senang berjumpa dengan kalian," jawab Kak Caroline dengan senyum.

Selagi kami bercakap-cakap ria, datanglah om-om pada kami dan memberikan kami brosur lomba. Ternyata lomba itu diselenggarakan di dekat Candi Borobudur ini. Di dalam brosur lomba tertera bahwa ini perlombaan bahasa daerah. Aku dan teman-temanku berantusias untuk mengikuti lomba tersebut, namun kami kekurangan satu peserta. Akhirnya, kami memutuskan untuk mengajak Kak Caroline agar tim kami memiliki anggota yang pas sesuai ketentuan lomba.

"Kak, apakah Kakak mau bergabung di tim kami untuk mengikuti lomba bahasa daerah ini?" tanyaku pada Kak Caroline.

"Tetapi aku tidak mengerti macam-macam bahasa daerah Indonesia, Bahasa Indonesia sendiri saja aku belum terlalu lancar," tutur Kak Caroline dengan sedih. "Tidak masalah Kak, nanti kami akan bantu Kakak," tutur Dinda.

"Iya Kak, sudah sepatutnya kami saling membantu antar anggota tim," tutur Dini menjelaskan. "Oke baiklah aku mau ikut," jawab Kak Caroline dengan senyum di bibirnya.

Kami pun mendaftar lomba itu, dan kami ditetapkan sebagai kelompok 3 dari 6 kelompok yang ada. Pastinya kami sangat gelisah selama perlombaan berlangsung. Ternyata perlombaan ini seperti kuis, dan kami diminta untuk menyebutkan nama-nama benda, hewan, buah, dan lainnya dengan bahasa daerah yang berbeda-beda.

Tidak disangka ternyata kami masuk ke babak final, dan pada babak final ini kelompok kami diadu dengan kelompok 5. Terlihat dari masing-masing wajah kami menunjukkan kegelisahan, meski demikian kami saling menguatkan dan saling mendukung satu sama lain.

"Oke baiklah pada babak final ini kedua kelompok diminta menyebutkan 10 kalimat terima kasih dengan bahasa daerah yang berbeda selama empat menit. Dimulai dari kelompok 3 dipersilahkan menyebutkannya," tutur pembawa acara memberi arahan.

"Aduh aku tidak tahu ini teman-teman," tutur Kak Caroline dengan gelisah.

"Tenang Kak, nanti kami saling bantu ya," tutur Dini menenangkannya.

"Mauliate dari Bahasa Batak," jawabku.

"Tarimo kasih dari Bahasa Minang," jawab Cindy.

"Matur nuwun dari Bahasa Jawa," jawab Dini.

"Makase dari Bahasa Manado," jawab Dinda.

"Kak, Kakak ucap saja dangke dari Bahasa Ambon," bisikku memberi tahu Kak Caroline.

"Dangke dari Bahasa Ambon," jawab Kak Caroline dengan hati-hati.

"Amanai dari Bahasa Papua," jawabku.

"Kurrusumanga dari Bahasa Toraja," jawab Cindy.

"Matur suksma dari Bahasa Bali," jawab Dini.

"Empanggawang dari Bahasa Maumere, Nusa Tenggara Timur," jawab Dinda.

"Kakak ucap saja tampiaseh dari Bahasa Nusa Tenggara Barat," bisik Dinda membantu Kak Caroline.

"Tampiaseh dari Nusa Tenggara Barat," jawab Kak Caroline dengan kembali hati-hati.

"Baiklah kelompok 3 sudah berhasil menyebutkan 10 kalimat terima kasih dari bahasa daerah yang berbeda. Kini kelompok 5 dipersilahkan menyebutkannya," tutur pembawa acara.

"Duh teman-teman apakah kita akan menang?" ucap Cindy khawatir.

"Kita terus optimis ya teman-teman, serahkan semua pada Tuhan," jawab Dinda menjelaskan dan pasrah akan kehendak-Nya.

Kami pun menunggu kelompok 5 melawati tantangan ini. Waktu sudah tersisa 10 detik namun, kelompok 5 masih menjawab 7 kata terima kasih. Jelas kami sangat gelisah apakah kelompok 5 dapat mengejar waktu yang tersisa atau tidak.

"Ya sayang sekali, kelompok 5 waktu sudah habis dan tim belum tuntas mengucapkan 10 kalimat terima kasih dalam bahasa daerah. Sehingga kini kita telah mendapatkan juaranya. Selamat kepada kelompok 3 yang telah menjuarai perlombaan ini. Untuk kelompok 3 diharap naik panggung untuk diberikan penghargaan," tutur pembawa acara dengan antusias.

Kami sungguh tidak percaya, kami mengucap syukur kepada Tuhan dan berterima kasih atas kerja sama tim yang begitu baik sehingga kami memenangkan perlombaan ini.

Ketika kami menaiki panggung, kami masing-masing diberi hadiah baju kaus bertuliskan I Love Borobudur dan diberikan sertifikat beserta piala. Sungguh kami senang sekali dan kami pun berfoto bersama dengan menggunakan baju kaus tersebut.

"Teman-teman, sungguh aku berterima kasih atas pengalaman ini, sebelumnya aku tidak tahu bahasa daerah Indonesia yang sungguh sangat beragam. Namun kini aku mengetahuinya dan aku bersyukur dapat mempelajarinya melalui kalian dalam perlombaan ini. Kalian harus bangga menjadi anak Indonesia, negeri yang kaya ini" tutur Kak Caroline dengan meneteskan air mata.

"Iya Kak, kami juga berterima kasih karena kakak mau bekerja sama dengan kami. Tentu kami sangat bangga menjadi anak Indonesia. Oh iya Kak, mengingat sekarang sudah sore, izin kami untuk pulang dan berpisah. Ini nomor ponselku dan teman-teman, Kakak bisa menghubungi kami kapan saja agar kami dapat saling berhubungan. Jika Kakak ingin bertanya pada kami, janganlah sungkan Kak," ucapku pada Kak Caroline.

"Oke baiklah, terima kasih teman-teman atas hari ini, aku tidaklah melupakan akan semua yang terjadi pada hari ini," ucap Kak Caroline. Kami pun berpelukan sebelum berpisah.

Setiba di tempat parkir, kami sudah melihat Tante Amber yang sedang menunggu kami di mobilnya. "Loh anak-anak, kenapa kalian berempat memakai baju yang sama? Tante tidak dibelikan baju seperti itu ya?" tutur Tante Amber dengan sedih.

"Begini Tan, tadi kami mengikuti suatu perlombaan dan kami memenangkan perlombaan itu, Tan. Ini sertifikat dan pialanya serta baju kaus yang kami gunakan sekarang sebagai hadiahnya," tuturku menjelaskan kepada tante Amber. "Wah... selamat untuk kalian, Tante bangga pada kalian dan orang tua kalian di rumah pun pasti bangga juga," tutur Tante Amber yang tidak kalah bahagianya.

Di perjalanan menuju rumah Dini, kami menceritakan apa yang telah terjadi selama berjalannya perlombaan. Tante Amber mengatakan bahwa apa yang kami lakukan ini adalah tindakan terpuji, di mana kita memperkenalkan bahasa daerah Indonesia kepada orang asing. Dan Tante Amber berpesan untuk terus melestarikan budaya Indonesia, termasuk bahasa daerahnya.

Sesampainya kami di rumah Dini, kami langsung disambut dengan hidangan makan malam yang telah disiapkan Tante Amber. Kami pun memakan hidangan itu dengan nikmat. Pastinya kami akan rindu akan masakan Tante Amber yang memiliki cita rasa yang khas saat kami kembali ke tempat tinggal masing-masing.

Jika mengingat tempat tinggal masing-masing, aku berpikir tidaklah terasa kami sudah dua hari di Magelang. Dan esok hari kami kembali harus berpisah satu dengan yang lainnya.

"Teman-teman, esok hari kalian sudah harus kembali ke tempat tinggal kalian masing-masing. Tidak terasa ya hari begitu cepat, padahal aku belum puas loh akan pertemuan kita ini yang terbilang singkat," tutur Dini sedih.

"Iya ya, aku juga belum puas liburan bersama kalian," jawab Cindy sedih.

"Kita harus terus berkomunikasi ya, dan jangan saling melupakan meski terbentang jarak antara kita," tuturku pun dengan sedih.

"Teman-teman, lebih baik sekarang kita tidur untuk kepulangan esok hari," usul Dinda pada kami untuk menghindari topik tersebut. Akhirnya, kami pun mengikuti usulan Dinda untuk lekas tidur.

Ayam jantan pun telah berkokok di pagi hari yang telah membangunkan tidurku di sepanjang malam. Hari ini, aku dan teman-teman mempersiapkan kepulangan kami ke daerah masing-masing.

"Anak- anak bagaimana persiapan kalian?" tanya Tante Amber.

"Sudah siap Tan semuanya," jawab Cindy.

"Baiklah, ingat ya anak-anak kalau sudah sampai kabarkan pada Tante! Kalau kalian mau main ke Magelang jangan sungkan untuk mengabari Tante. Sebelum berangkat ingat untuk berdoa dulu!" tutur Tante Amber dengan berbagai nasihat darinya.

"Siap Tan akan kami laksanakan," jawabku sambil menunjukkan jempolku.

"Oh iya satu lagi, kalian harus terus saling berkomunikasi satu dengan yang lain. Titipkan salam dari Tante untuk orang tua kalian di rumah!" tutur Tante Amber pada kami. Setelah mendengar semua nasihat-nasihat Tante Amber, kami pun menjawab, "Baik Tante."

Mobil yang akan mengantar kami ke stasiun dan bandara pun telah tiba. Sebelum pergi, kami berpelukan terlebih dahulu sebelum berpisah. Tampak air mata di pelupuk mata Dini dan Tante Amber. Aku, Dinda, dan Cindy pun bergegas masuk ke dalam mobil itu. Tidak lupa kami sambil melambaikan tangan sebagai salam perpisahan.

Sungguh ini berat untuk kami, kembali berpisah dan harus kembali ke daerah masing-masing. Aku tidak akan melupakan hal-hal yang telah terjadi di Magelang. Terutama aku tidak akan melupakan kejadian yang telah terjadi di Borobudur.

Kami memang berbeda asal, bahasa, budaya, dan adat istiadat. Namun, hal itu bukanlah menjadi halangan bagi kami untuk terus bersatu dalam perbedaan. Bahasa Indonesia telah mempersatukan perbedaan bahasa di antara kami, seperti poin ketiga dalam teks Sumpah Pemuda yang berbunyi "Kami putra putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia."

Justru, perbedaan di antara kita ini sebagai pengikat, sehingga terbentuklah persatuan. Dengan sikap toleransi, saling menghargai dan menghormati inilah kita dapat semakin mempererat persatuan di antara keberagaman di Indonesia. Seperti semboyan bangsa Indonesia yaitu "Bhinneka Tunggal Ika" yang memiliki arti walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

7. Tinta untuk Negeri

Karya: Fani Novita Sari

Hal yang selalu terlintas di pikiranku, apakah aku bisa banggakan orang tuaku, banggakan negeriku, banggakan bangsaku dan banggakan Tanah Airku, walau seperti ini keadaanku?

Aku ingin menjadi anak yang hidup normal seperti teman-teman sebayaku. Menapaki setiap detik waktu belajarku di sekolah, menoreh prestasi di usia muda, bergaul dengan teman, mampu bersosialisasi di masyarakat, banggakan orang tua bahkan saat nyawa dan tubuhku telah terpisahkan oleh maut, sampai kapanpun juga aku ingin dikenang.

Bukan karena kebodohanku tapi karena prestasiku. Salahkah jika orang yang memiliki keterbatasan sepertiku berkeinginan mewujudkan hal itu?

Tapi mengapa aku dilahirkan dengan keterbatasan? Bagaimana aku bisa mewujudkan keinginanku jika keadaanku seperti ini, ya Allah?

Namaku Rinta Ayu Dewi, orang-orang kerap memanggilku Rinta. Aku bukanlah anak dari seorang menteri yang hidup serba berkecukupan, bukan pula seorang anak dari pengusaha kaya. Ayahku yang hanya seorang satpam di SD dekat rumahku , bukanlah suatu pekerjaan yang bisa membantu ekonomi keluarga. Sedangkan ibuku hanya seorang buruh cuci. Usiaku genap 13 tahun saat 2 hari yang lalu. Kehidupanku sehari hari hanyalah membantu ibu menyelesaikan pekerjaan di rumah, juga menempuh pendidikan di salah satu sekolah menengah pertama luar biasa di kotaku.

SMPLB? Ibu dan ayah menyekolahkanku di sana karena aku mempunyai keterbatasan, tahukah kamu apa keterbatasanku? Aku salah satu anak Indonesia penderita disleksia, sangat jarang memang di Indonesia ada anak yang menderita disleksia. Disleksia adalah kurangnya kemampuan dalam menyerap kalimat, berhitung dan menulis. Pada saat ini, aku masih belum tau apa gerangan yang menyebabkanku menderita penyakit itu. Tetapi aku pernah mendengar, saat dokter berbincang dengan ayah dan ibuku, disleksia yang ku derita bukan karena ibu dan ayahku yang terlambat menyekolahkanku, bukan pula karena kemalasanku belajar, tetapi memang karena otakku tak mampu berfikir berat secara cepat.

Di sekolah, aku tak punya banyak teman. Aku mengenali mereka semua, tetapi tak ada yang mau mendekat kepadaku. Hanya Loli yang setiap hari bersamaku di sekolah. Ia juga mengidap disleksia sama sepertiku, tetapi ia juga mengidap kanker hati. Mungkin tak banyak anak yang mau berteman denganku bahkan mereka hanya berbicara sepatah dua patah kata denganku, karena hanya menghabiskan waktu, butuh lebih dari tiga menit untukku menjawab pertanyaan dari mereka. Dan itu sudah pasti tak menyenangkan.

Pernah saat itu, tetangga sebayaku, Anisa, bertanya kepadaku, "Dari tadi Aku mencari adikku kemana-mana tidak ada. Apakah Kau melihatnya?" Anisa kewalahan mencari adiknya, menggerutu tak jelas, mukanya kelihatan sangat sebal.

Aku hanya mendengarkan ucapannya, lalu memandang wajahnya, dan kemudian mencoba mencerna apa yang ia katakan. Tetapi aku masih bingung dengan apa yang ia katakan. Aku memilih terdiam dan masih mencoba mencerna kalimat yang ia ucapkan.

"Hey Rinta, apa Kamu tidak tahu kalau aku lagi kesal? Aku tuh nanya ke Kamu. Kalau enggak tahu ya bilang saja! Nggak punya mulut apa gimana sih? Nggak tau apa orang lagi kesal? Dasar idiot aneh,"kata Anisa dengan suara yang keras.

Nampaknya Anisa seperti orang yang sedang marah. Aku jadi semakin bingung. Deretan kata yang ia ucapkan membuat hatiku sakit, walaupun aku tak sepenuhnya faham ucapannya. Kebingunganku akan ucapan Anisa semakin membuat kepalaku pusing, otakku rasanya sakit.

Aku segera memutuskan untuk berlari masuk ke dalam rumah. Terdengar, di luar Anisa berteriak-teriak sembari mengatakanku idiot dan cewek aneh. Hal itu juga berlaku saat aku di sekolah. Saat aku sedang menulis, saat aku sedang berhitung, selalu saja aku merasa kepalaku pusing dan otakku memanas.

Di balik semua keterbatasanku, aku masih punya mimpi. Secuil kecil mimpi anak Indonesia penderita disleksia. Yang ingin membanggakan kedua orangtua, membanggakan bangsaku, Dan apakah hal itu salah?

Walaupun aku berkebutuhan, apakah menurutmu aku tak bisa seperti yang lain? Bukannya aku menyombongkan diri, tetapi Kita kan sama-sama ciptaan-Nya, kita ada di satu bangsa, satu Tanah Air, dan memiliki bahasa kesatuan yang sama, Indonesia. Dan, salahkah anak Indonesia sepertiku bermimpi?

Pernah suatu ketika, aku mencoba membuat sebuah cepen dan artikel tentang diriku di buku kecilku, tanpa sepengetahuan ayah dan ibu pastinya. Jika mereka mengetahuinya pasti aku dimarahi mereka karena aku tak boleh berpikir terlalu berat. Dengan sekuat tenaga aku berfikir setiap malam. Merasakan sakit kepala yang berkepanjangan, 5 hari berturut turut.

Entah bagaimana, 10 hari setelah selesai, cerpen artikelku dimuat di salah satu redaksi ternama di Jakarta. Ternyata ayahlah yang mengirimkan karyaku tersebut tanpa sepengetahuanku. Ternyata ketika aku menulis cerpen, ayah setiap malam memperhatikanku dari kejauhan. Aku berterima kasih pada ayah, juga pada ibu. Syukur selalu ku ucapkan pada-Nya. Aku masih tak percaya dan aku berjanji akan terus berusaha mencoba dan belajar menulis di tengah keterbatasanku.

Hingga pada suatu hari, sebuah redaksi nasional memintaku menjadi salah satu jurnalisnya dalam sebuah event. Tahukah Kamu event apakah itu? Ternyata adalah konferensi pers Asian di Filipina. Aku akan berangkat ke Filipina? Ya Allah, benarkah ini semua? Apa yang aku impikan akan terwujud, menjadi jurnalis cilik pertama di ajang bergengsi tingkat Asia tersebut.

Aku akan disejajarkan dengan para jurnalis asal negara-negara di Asia? Tentunya mereka lebih dewasa dan lebih paham akan dunia jurnalistik. Dan itu berarti aku akan bisa banggakan orang tua, juga Tanah Airku. Terima kasih ya Allah.

Tetapi sayang, dua hari sebelum keberangkatanku ke Filipina, suatu hal buruk menimpaku. Dokter memvonisku menderita kanker otak stadium akhir, ternyata itulah yang menyebabkan mengapa aku menderita disleksia akut serta merasakan sakit yang luar biasa setiap saat. Ya Allah, cobaan apalagi yang Engkau berikan ini? Aku masih ingin membanggakan orang tuaku, juga bangsaku. Aku mohon padamu ya Allah.

Hari ini adalah hari keberangkatanku ke Filipina. Aku tak sendirian, Bersama ayah dan juga ibu, serta para karyawan dari redaksi lain. Pukul 13.30 sesuai dengan jam Indonesia yang melingkar di pergelangan tanganku, pesawat landing di bandara Internasional Filipina. Tak lupa aku selalu mengucapkan puji syukur kepada Allah, agar apapun yang akan aku jalani membawa berkah dan membanggakan serta bernilai positif.

Satu hari setelah aku sampai di Filipina, adalah hari di mana konferensi pers Asian dilaksanakan. Tepat di hari Selasa, tanggal 28 Oktober 2014. Bertepatan dengan peringatan Sumpah Pemuda di Indonesia. Dan aku berharap, di tanggal baik ini aku bisa menjadi pemudi Indonesia yang membanggakan.

Perhelatan akbar telah selesai dilaksanakan. Aku tahu, semua masyarakat Indonesia menantiku. Menanti kabar apa saja yang akan aku ceritakan. Ayah juga bilang, sesampainya aku di Jakarta nanti, aku harus segera bertolak ke Istana Negara, untuk bertemu bapak Presiden Indonesia.

Pukul 08.00 pagi aku dan rombongan sampai di Jakarta. Aku dan juga ayah serta ibu segera mencari taksi untuk ku tumpangi menuju Istana Negara. Namun, Allah berkehendak lain, saat di perjalanan tiba tiba kepalaku merasa sakit yang tidak seperti biasanya. Aku menjerit kesakitan. Ayah dan ibu panik, segera aku dilarikan ke rumah sakit.

Dua jam di rumah sakit tak membuatku sadar. Aku tahu, ayah dan ibu merasakan kecemasan. Ya Allah, jika memang ini saatnya aku untuk pergi dari dunia ini aku ikhlas ya Allah. Aku sudah tidak kuat merasakan sakit dalam hidupku ya Allah. Tapi izinkan aku memeluk dan mencium tangan ibu dan ayah ku untuk terakhir kalinya.

Allah mengabulkan permintaanku. Aku tersadar hanya lima menit saja dan aku meminta dokter memanggilkan ayah dan ibu. Sesampainya mereka ke tempatku aku berbicara kepada mereka, "Ibu.. ayah.., Rinta bangga jadi anak ibu dan ayah.. maafkan Rinta karena belum bisa jadi anak yang berbakti, Rinta sayang ibu dan ayah," aku mencium tangan ayah dan ibu, lalu memeluk keduanya sambil tersenyum bahagia.

Kini malaikat maut telah mencabut nyawaku. Terdengar isak tangis yang begitu mendalam dari sanak saudaraku. Dan, aku meninggal dengan senyuman manis menempel di bibirku.

Terima kasih ya Allah. Engkau telah mengabulkan semua doaku. Engkau telah membuatku bisa membanggakan orang tuaku, juga Tanah Airku, di tengah keterbatasan yang Engkau berikan.

Semoga aku bisa menjadi contoh baik bagi semua pemuda dan pemudi Indonesia. Yang selalu bersyukur atas apa yang Allah berikan. Tak pernah putus asa dalam setiap cobaan. Dan bisa membanggakan tanah air Indonesia tercinta ini.

Bangun pemuda-pemudi Indonesia...
Lengan bajumu singsingkan, untuk negara...
Masa depan indonesia ada digenggamanmu...
Goreskan prestasimu untuk tanah air tercinta...
Jaya pemuda Indonesia...
Jaya tanah air ku...

Itulah beberapa kumpulan cerpen Sumpah Pemuda yang dapat Si Kecil baca. Semoga dengan membaca cerpen-cerpen tersebut Si Kecil akan mampu memahami makna yang terkandung di dalamnya dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, ya Bunda. 

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(rap/rap)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda