Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Kenali Ciri-ciri Skoliosis pada Anak dan Cara Mendeteksinya Sejak Dini

Nadhifa Fitrina   |   HaiBunda

Selasa, 09 Sep 2025 15:02 WIB

Kenali Ciri-ciri Skoliosis pada Anak dan Cara Mendeteksinya Sejak Dini
Ilustrasi Skoliosis pada Anak/Foto: Getty Images/Nadzeya Haroshka
Daftar Isi
Jakarta -

Sering kali, perubahan kecil pada tubuh anak terjadi begitu perlahan hingga luput dari perhatian Bunda. Padahal, jika tidak diantisipasi sejak dini, hal ini bisa berdampak besar pada kesehatan dan postur tubuhnya di masa depan.

Masa pertumbuhan merupakan periode penting bagi anak. Pada fase ini, tubuhnya masih rentan mengalami perubahan yang tak selalu mudah dikenali.

Terkadang, perubahan kecil pada postur tubuh anak dianggap sebagai hal yang biasa. Namun, bila dibiarkan, hal itu bisa menimbulkan masalah yang lebih serius di kemudian hari.

Bunda tentu ingin Si Kecil tumbuh dengan tubuh yang kuat dan postur yang tegap. Oleh karena itu, kewaspadaan terhadap kondisi ini perlu dijaga sejak awal.

Kasus serupa sudah mulai banyak ditemukan pada anak di berbagai daerah. Fakta ini menjadi pengingat pentingnya perhatian ekstra pada kesehatan tulang belakang sejak dini.

Mengenal apa itu skoliosis?

Dikutip dari Kementerian Kesehatan RI, menurut ahli madya fisioterapi Romario Faria, A.Md.Ft., dari RSUP dr. Sardjito Yogyakarta, skoliosis digambarkan sebagai kelainan pada rangka tubuh yang ditandai dengan kelengkungan tulang belakang. Kondisi ini bisa berbentuk menyerupai huruf C atau S yang terlihat jelas pada postur tubuh.

Kondisi skoliosis bisa muncul pada berbagai tahap pertumbuhan, mulai dari bayi hingga remaja. Pengelompokannya dibedakan berdasarkan usia saat pertama kali terdeteksi:

  • Skoliosis idiopatik infantil terjadi pada anak sejak lahir hingga usia 3 tahun.
  • Skoliosis idiopatik juvenil muncul pada anak usia 3 hingga 9 tahun.
  • Skoliosis idiopatik remaja biasanya terdiagnosis pada rentang usia 10 hingga 18 tahun.

Faktor risiko skoliosis

Setelah Bunda mengenal apa itu skoliosis, penting juga memahami faktor apa saja yang bisa meningkatkan risikonya. Dikutip dari Mayo Clinic, ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko anak mengalami skoliosis:

  • Memiliki keluarga dengan riwayat skoliosis.
  • Berjenis kelamin perempuan.
  • Memasuki masa pubertas dengan pertumbuhan tulang yang cepat.

Penyebab skoliosis pada anak

Ada beberapa kebiasaan sehari-hari yang ternyata dapat memicu gangguan pada tulang belakang, dikutip dari laman Kementerian Kesehatan:

1. Kebiasaan duduk terlalu lama

Duduk dalam waktu lama dengan posisi yang salah membuat otot punggung cepat lelah. Bunda perlu tahu, posisi miring atau menyandarkan tubuh anak ke salah satu sisi dapat menyebabkan ketidakseimbangan ototnya hingga memicu skoliosis.

2. Tekanan pada saraf tulang

Ketika duduk lebih dari 15 hingga 20 menit, otot punggung mulai menegang dan menimbulkan rasa nyeri. Duduk membungkuk memang terasa lebih ringan, tetapi justru memberi tekanan lebih besar pada bantalan saraf tulang belakang.

3. Posisi duduk yang tidak simetris

Anak yang sering duduk hanya bertumpu pada satu sisi tubuh akan menimbulkan ketidakseimbangan otot. Jika kebiasaan ini terus berlangsung, lama-kelamaan dapat memengaruhi bentuk tulang belakang Si Kecil.

4. Beban tas sekolah

Membawa tas yang berat dengan cara tidak tepat juga bisa menjadi penyebab skoliosis. Walaupun berat tas kurang dari 10 persen dari bobot tubuh, penggunaan yang asimetris tetap berisiko memengaruhi postur anak.

Ciri-ciri skoliosis pada anak

Terdapat beberapa tanda skoliosis yang bisa diamati pada anak sejak dini. Berikut ciri-cirinya seperti dikutip dari berbagai sumber:

  • Bahu dan tulang belikat terlihat tidak sejajar.
  • Jarak antara lengan dan tubuh tampak berbeda saat berdiri.
  • Panggul terlihat miring.
  • Tulang rusuk menonjol atau menekan ke satu sisi tubuh.
  • Otot di punggung bawah tampak lebih menonjol pada salah satu sisi.
  • Lipatan kulit di pinggang terlihat tidak rata.

Diagnosis skoliosis

Dikutip dari Hospital for Special Surgery (HSS), tujuan utama dalam menangani skoliosis adalah memastikan diagnosis dilakukan sedini mungkin. Menurut Kepala Bedah Ortopedi Anak di HSS, dr. Roger F. Widmann, MD. menjelaskan, bahwa risiko perkembangan skoliosis berbeda tergantung pada usia saat kondisi ini muncul.

"Anak dengan skoliosis infantil dan juvenil memiliki risiko terbesar mengalami progresi lengkungan, serta risiko tinggi terkena komplikasi paru sekunder akibat skoliosis," ujar Widmann.

Selain itu, dr. Roger F. Widmann, M.D. mengatakan pemeriksaan fisik dan rontgen merupakan cara utama untuk mendeteksi skoliosis sejak awal. Dari hasil X-ray, dapat diketahui seberapa besar lengkungan tulang belakang, di mana letaknya, serta arah kelengkungannya.

Langkah berikutnya setelah pemeriksaan awal adalah menentukan jenis skoliosis dan kemungkinan penyebabnya. Dari sinilah strategi perawatan yang tepat bisa disusun sesuai kondisi anak.

Untuk anak di bawah usia 10 tahun, Hospital for Special Surgery (HSS) merekomendasikan MRI menyeluruh pada tulang belakang. Hal ini dilakukan agar dapat dipastikan tidak ada gangguan lain yang memengaruhi saraf tulang belakang.

Anak dengan skoliosis bawaan juga perlu diperiksa lebih jauh apakah ada masalah jantung atau ginjal yang terkait. Pemeriksaan ini penting karena skoliosis bawaan sering kali berkaitan dengan kelainan organ lain.

Pengobatan skoliosis

Menilik dari Kementerian Kesehatan RI, terdapat beberapa metode pengobatan yang bisa dilakukan untuk menangani skoliosis. Berikut penjelasannya:

1. Fisioterapi

Fisioterapi dilakukan dengan pendekatan menyeluruh untuk menilai kebutuhan pasien, menyusun rencana perawatan, hingga memulihkan fungsi fisik. Dengan begitu, Bunda bisa mendukung anak agar tetap mampu beraktivitas meski menghadapi skoliosis.

2. Terapi latihan (klapp exercise)

Terapi latihan digunakan untuk menjaga kekuatan, daya tahan, dan kelenturan tubuh. Pada klapp exercise, anak melakukan gerakan merangkak yang membantu meregangkan otot serta mengurangi kelengkungan tulang belakang.

3. Metode schroth

Metode Schroth berfokus pada koreksi postur melalui pendekatan tiga dimensi. Latihan ini melibatkan perbaikan pola pernapasan, peregangan otot, dan peningkatan stabilitas tulang belakang agar postur lebih seimbang.

Komplikasi skoliosis

Skoliosis yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan berbagai masalah serius pada tubuh. Kondisi ini bahkan bisa memengaruhi kualitas hidup hingga mengganggu fungsi organ penting lainnya.

Berikut komplikasi skoliosis:

  • Rasa nyeri yang berlangsung lama dapat dialami penderita.
  • Perubahan bentuk fisik menjadi lebih terlihat seiring bertambahnya kelengkungan tulang belakang.
  • Kerusakan pada organ bisa terjadi karena tekanan dari lengkungan tulang belakang.
  • Risiko kerusakan saraf meningkat akibat tekanan berlebih.
  • Arthritis dapat berkembang lebih cepat pada penderita skoliosis.
  • Kebocoran cairan tulang belakang bisa menjadi salah satu dampak lanjutannya.
  • Kesulitan bernapas muncul terutama pada kasus yang sudah parah.

Cara mencegah skoliosis pada anak

Meskipun skoliosis idiopatik tidak selalu bisa dicegah, upaya pencegahan dan deteksi dini tetap penting. Langkah-langkah sederhana ini dapat membantu memperlambat perkembangan kelainan tulang belakang pada anak:

  • Menjaga postur tubuh: Pastikan anak duduk dan berdiri dengan posisi yang tegak serta punggung lurus.
  • Berolahraga secara teratur: Aktivitas fisik seperti berenang, senam, atau bersepeda dapat memperkuat otot punggung anak dan inti tubuh.
  • Mengonsumsi makanan bergizi: Penuhi kebutuhan kalsium, vitamin D, dan protein anak untuk mendukung pertumbuhan tulang yang sehat.
  • Pemeriksaan kesehatan rutin: Lakukan skrining dan pemeriksaan medis untuk mendeteksi tanda awal skoliosis.

Cara mendeteksi skoliosis sejak dini setelah muncul ciri-cirinya

Setelah ciri-cirinya mulai terlihat, langkah selanjutnya adalah melakukan deteksi dini agar kondisi skoliosis bisa segera dipastikan. Dengan cara ini, Bunda dapat mengetahui tingkat keparahannya dan menentukan penanganan yang sesuai, dilansir dari Children's Hospital of Philadelphia (CHOP).

1. Mengamati postur tubuh anak

Perhatikan postur tubuh anak saat berdiri tegak, apakah bahu atau tulang belikatnya tidak sejajar. Kepala yang tampak miring atau pinggul yang berbeda tinggi juga bisa menjadi tanda awal.

2. Melakukan tes skrining

Lakukan Adam's Forward Bend Test atau tes skrining non-invasif yang digunakan untuk mendeteksi skoliosis di rumah dengan cara meminta anak membungkuk ke depan. Dari posisi ini, amati apakah ada bagian punggung yang terlihat lebih tinggi atau menonjol dibanding sisi lainnya.

3. Mengecek jarak lengan dan tubuh

Cek jarak antara lengan dengan tubuh anak ketika berdiri lurus. Jika jaraknya tidak sama atau tampak miring, hal ini bisa menjadi indikasi adanya skoliosis.

4. Pemeriksaan medis lanjutan

Bunda bisa segera lakukan pemeriksaan medis bila menemukan tanda-tanda yang mencurigakan pada anak. Pemeriksaan lanjutan seperti tes fisik dan rontgen akan membantu memastikan diagnosis dengan lebih akurat.

Kapan tanda harus ke dokter?

Apabila Bunda melihat adanya perubahan postur atau tanda-tanda skoliosis pada anak, segera bawa ia ke dokter. Konsultasi dengan dokter anak atau spesialis ortopedi akan membantu memastikan diagnosis secara akurat.

Bunda juga akan mendapatkan arahan apakah anak perlu pemeriksaan tambahan seperti rontgen atau MRI untuk evaluasi lebih lanjut.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(ndf/fir)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda