Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Anak Bertanya soal Demo, Ini Cara Jawabnya Menurut Psikolog

Nadhifa Fitrina   |   HaiBunda

Senin, 01 Sep 2025 19:40 WIB

Anak Bertanya soal Demo, Ini Cara Jawabnya Sesuai Usia Menurut Psikolog
Ilustrasi Anak dan Bunda/Foto: Getty Images/eggeeggjiew
Daftar Isi
Jakarta -

Anak-anak belakangan ini semakin sering memperhatikan keramaian dan aksi demonstrasi di televisi atau media sosial. Rasa ingin tahu mereka memunculkan banyak pertanyaan.

Sebagai orang tua, menjawab pertanyaan ini memang menantang karena anak masih belajar memahami perilaku orang di sekitarnya. Memberikan jawaban yang tepat sangat penting agar mereka bisa mengerti tanpa merasa takut.

Baru-baru ini, Haibunda melakukan wawancara dengan Anastasia Satriyo M.Psi., Psikolog yang berpraktik di Klinik Perhati dan secara online. Psikolog Anastasia membahas cara menjawab pertanyaan anak soal demo dan kerusuhan sesuai usia mereka.

Menurutnya, penjelasan harus disesuaikan dengan kemampuan anak memahami konteks sosial. Dengan pendekatan ini, anak belajar melihat peristiwa secara logis dan meniru respons positif dari orang dewasa.

Anak melihat demo dan kerusakan

Ketika anak bertanya soal demo dan kerusakan, Psikolog Anastasia Satriyo M.Psi., menjelaskan bahwa Bunda perlu menjawabnya dengan cara yang menekankan hak dan tanggung jawab.

"Orang-orang itu sedang berkumpul untuk menyampaikan pendapatnya kepada pemerintah. Itu namanya demo. Tapi sayangnya, ada juga yang memilih cara yang kurang baik, sampai merusak rumah atau barang orang lain. Padahal, menyampaikan pendapat seharusnya bisa dilakukan dengan cara damai dan saling menghormati," tutur Anastasia.

Lalu bagaimana cara membesarkan anak agar tidak tumbuh dengan mental merugikan masyarakat?

Cara membesarkan anak agar tak tumbuh dengan mental merugikan masyarakat

Berikut beberapa cara membesarkan anak agar tidak tumbuh dengan mental yang merugikan masyarakat.

1. Teladan sehari-hari

Anak belajar paling banyak dari apa yang mereka lihat, bukan sekadar yang didengar. Misalnya, orang tua yang jujur walau tak ada yang melihat atau memilih jalan yang benar meski lebih sulit, seperti tidak melanggar aturan lalu lintas, mengantre di kasir, atau menunggu giliran di toilet.

Dengan menunjukkan perilaku nyata, anak memahami bahwa kebaikan dan kejujuran itu penting. Anastasia Satriyo menekankan, "Anak meniru apa yang mereka lihat setiap hari, bukan hanya apa yang diajarkan lewat kata-kata."

2. Rasa empati

Biasakan bertanya reflektif ke anak, misalnya: "Kalau aku melakukan ini, siapa yang akan dirugikan atau siapa yang akan merasa terbantu ya?" Pertanyaan sederhana ini melatih anak berpikir lebih luas daripada sekadar kepentingan dirinya sendiri.

Empati membantu anak menimbang dampak tindakan mereka pada orang lain. Menurut Anastasia, melatih empati sejak kecil membuat anak mampu mempertimbangkan orang lain, bukan hanya fokus pada dirinya sendiri.

3. Mengenal konsekuensi

Anak perlu memahami bahwa setiap tindakan pasti punya akibat. Dengan begitu, ia belajar bertanggung jawab terhadap pilihan yang dibuatnya.

Menjelaskan konsekuensi sesuai usia anak membantu mereka memahami sebab-akibat. "Anak yang mengenal konsekuensi sejak dini akan lebih mudah memahami tanggung jawab atas perbuatannya," ujar Anastasia.

4. Healing lintas generasi

Kadang, budaya "asal selamat sendiri" diwariskan dari trauma atau pengalaman generasi sebelumnya. Orang tua sekarang punya tugas untuk memutus pola itu dengan menanamkan keberanian memilih jujur, meski berbeda dari lingkungan sekitar.

Mengubah pola lama ini membantu anak tumbuh menjadi individu yang berani dan bertanggung jawab. "Mengajarkan keberanian untuk jujur bisa memutus siklus pola negatif dari generasi ke generasi," tutur Anastasia.

5. Melawan konformitas berlebihan di Indonesia

Di Indonesia, trauma kolektif membuat masyarakat cenderung konformitas dan takut menyuarakan pendapat berbeda. Pola ini sering memperkuat budaya korupsi dan kejahatan.

Dengan membiasakan anak berpikir kritis dan berani menunjukkan pendapat, mereka bisa tumbuh menjadi generasi yang lebih jujur. "Mendorong anak berpikir kritis sejak dini membantu mereka tidak sekadar mengikuti arus, tapi juga mengambil keputusan yang benar," ujar Anastasia.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(ndf/som)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda