
parenting
Tanpa Disadari, Luka Masa Kecil Bunda Bisa Terbawa ke Anak hingga Dewasa
HaiBunda
Rabu, 23 Jul 2025 20:50 WIB

Daftar Isi
Sebagian luka masa kecil mungkin tidak meninggalkan bekas fisik, tapi diam-diam menetap dan tumbuh bersama waktu. Luka-luka itu bisa saja dibungkam, dilupakan, bahkan tak diakui.
Tak sedikit orang tua, terutama perempuan, membesarkan anak dengan penuh cinta meski menyimpan luka masa lalu. Bunda mungkin merasa sudah pulih, tapi luka yang belum benar-benar terselesaikan bisa tetap meninggalkan jejak.
Dilansir dari laman PsyPost, sebuah penelitian dalam Journal of Child Psychology and Psychiatry menemukan bahwa pengalaman sulit di masa kecil Bunda di masa kecil bisa berdampak pada perkembangan anak. Efeknya sering kali tidak terasa langsung, tapi bisa muncul lewat berbagai hal.
Itulah sebabnya penting bagi Bunda untuk memahami akar permasalahannya. Dengan begitu, keluarga bisa tumbuh dalam lingkungan yang lebih sehat secara emosional.
Kenangan masa kecil yang tak selesai bisa membentuk pola asuh hari ini
Bunda mungkin tidak menyadari, luka masa kecil bisa memengaruhi cara Bunda dalam mengasuh Si Kecil. Mulai dari respons saat anak menangis hingga cara menunjukkan emosi, semua bisa terbentuk dari pengalaman masa lalu.
Sebuah penelitian dalam Journal of Child Psychology and Psychiatry, bahwa di Toronto ada 501 keluarga yang diamati sejak anak berusia 2 bulan hingga 5 tahun. Para Bunda diminta menceritakan pengalaman masa kecil mereka.
Hasilnya cukup mengejutkan. Semakin berat luka masa kecil yang dialami sang Bunda, semakin tinggi pula risiko Si Kecil mengalami gangguan dalam tumbuh kembangnya, baik secara emosional, perilaku, maupun kognitif.
Artinya, luka masa lalu ternyata tidak berhenti di satu generasi saja. Tanpa disadari, luka itu bisa terbawa ke anak lewat cara Bunda mengasuh, kondisi mental, dan suasana dalam keluarga yang terbentuk dari pengalaman lama.
Masalah emosional anak bisa jadi cerminan luka dalam diri Bunda
Terkadang, Bunda tidak sadar kalau luka masa lalu ikut membentuk cara menghadapi Si Kecil. Saat dulu pernah merasa tidak aman, diabaikan, atau ditekan, pengalaman itu bisa memengaruhi bagaimana Bunda merespons emosi anak sekarang.
Dalam Journal of Child Psychology and Psychiatry, bahwa kondisi seperti stres, cemas berlebihan, atau mudah marah sering kali muncul bukan karena anak rewel, tapi bisa berasal dari luka lama yang belum pulih. Saat anak menangis, Bunda mungkin bereaksi keras karena terbawa pengalaman masa lalu, bukan karena tak peduli.
Suasana emosional di rumah yang penuh ketegangan bisa membuat Si Kecil ikut merasa tidak nyaman. Akibatnya, anak jadi lebih mudah rewel, susah diatur, atau menunjukkan masalah perilaku lainnya.
Perilaku anak juga dipengaruhi oleh lingkungan rumah
Penelitian dalam Journal of Child Psychology and Psychiatry mengungkap pengalaman hidup Bunda berpengaruh besar terhadap perkembangan anak. Hal ini menunjukkan bahwa suasana dan pola hubungan di rumah punya peran penting dalam membentuk perilaku anak sehari-hari.
1. Perilaku anak ternyata dipengaruhi oleh suasana di rumah
Banyak yang mengira anak berulah karena nakal semata. Padahal, sikap dan cara komunikasi Bunda di rumah punya pengaruh besar pada perilaku anak, lho.
Lingkungan rumah yang hangat dan penuh dukungan membantu Si Kecil merasa lebih aman. Sebaliknya, suasana yang penuh tekanan bisa membuat anak lebih sensitif secara emosional.
2. Konflik di rumah bisa membuat anak merasa tidak aman
Kalau di rumah sering terjadi pertengkaran atau ketegangan, anak bisa merasa tidak punya tempat yang aman. Hal ini memicu rasa cemas dan kewaspadaan berlebihan pada diri anak.
Akibatnya, anak mungkin jadi mudah marah, menarik diri, atau sulit mengontrol emosi. Bukan karena Si Kecil bermasalah, tapi karena ia belum tahu cara menyalurkan rasa tidak nyamannya.
3. Pola asuh yang tidak konsisten membuat anak bingung
Terkadang Bunda bersikap lembut, tapi di lain waktu bisa sangat keras tanpa penjelasan. Pola asuh seperti ini bisa membuat anak sulit memahami batasan yang jelas.
Kebingungan ini bisa muncul dalam bentuk perilaku menantang atau bingung saat mengambil keputusan. Anak jadi ragu apakah yang ia lakukan benar atau salah.
4. Hubungan emosional memengaruhi perilaku anak
Journal of Child Psychology and Psychiatry menyebutkan bahwa kualitas hubungan orang tua dan anak punya dampak besar pada perkembangan emosi dan perilaku anak. Anak yang merasa dekat secara emosional cenderung lebih stabil dan kooperatif.
Kalau anak menunjukkan perilaku yang sulit, bisa jadi itu adalah sinyal dari luka emosional atau relasi yang renggang. Jadi, sebelum menyalahkan anak, penting untuk melihat kembali hubungan dan pola komunikasi di rumah.
Cara membangun hubungan lebih hangat dengan anak
![]() |
Tak sedikit orang tua merasa bersalah saat sulit sabar atau menunjukkan kasih sayang, padahal ini sering berakar dari luka lama yang belum selesai. Oleh karena itu, Bunda bisa mulai pulih lewat langkah-langkah sederhana berikut untuk membangun hubungan yang lebih hangat dengan anak.
1. Sadari pengaruh luka masa lalu
Terkadang, reaksi keras dari anak bukan karena Bunda tidak peduli, tapi karena luka lama yang belum sembuh. Emosi-emosi dari masa lalu bisa muncul kembali dan tanpa sadar memengaruhi cara Bunda merespons anak.
Menyadari hal ini adalah langkah awal yang penting. Dengan begitu, Bunda bisa mulai mengubah pola lama dan memilih respon yang lebih bijak.
2. Mulai dari memulihkan diri sendiri
Sebelum membentuk pola asuh yang sehat, Bunda perlu memulihkan diri terlebih dahulu. Saat Bunda merasa lebih tenang dan utuh, akan lebih mudah menunjukkan kasih sayang dengan tulus.
Pemulihan ini bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk hubungan dengan anak. Anak pun akan merasakan kehadiran Bunda yang lebih hangat dan penuh perhatian.
3. Lakukan intervensi sejak dini
Luka lama bisa dicegah agar tidak terbawa ke dalam pola asuh. Tak selalu harus terapi, cukup mulai dari bercerita ke orang terpercaya atau mencari dukungan.
Langkah kecil seperti ikut kelas parenting atau komunitas bisa sangat membantu. Yang terpenting, Bunda tidak menunda untuk mulai bergerak ke arah yang lebih sehat.
4. Fokus pada kehadiran, bukan kesempurnaan
Anak tidak butuh orang tua yang serba bisa, tapi yang bisa hadir sepenuhnya saat dibutuhkan. Kehadiran secara emosional membuat anak merasa aman dan diterima.
Dari kehangatan dan kedekatan itulah tumbuh rasa percaya dan keterikatan yang kuat. Hal ini jadi pondasi penting untuk hubungan yang sehat jangka panjang.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(ndf/fir)ARTIKEL TERKAIT

Parenting
Perhatikan Bun! 10 Kesalahan Orang Tua yang Dapat Hambat Perkembangan Anak

Parenting
8 Fase Perkembangan Bayi Usia 6 Bulan dan Cara Stimulasinya, Simak Bun!

Parenting
5 Jenis Terapi Ini Bisa Atasi Berbagai Keterlambatan Perkembangan Anak

Parenting
7 Cara Stimulasi Anak agar Cepat Berjalan

Parenting
5 Dampak Buruk Karakteristik Sindrom Anak Emas, Berprestasi tapi Takut Gagal


8 Foto
Parenting
Kocak! Ini Perbedaan antara Bunda dan Ayah Saat Mengasuh Anak
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda