Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Psikolog Ungkap Cara Mendidik Anak Tanpa Harus Memarahi & Membentak

Nadhifa Fitrina   |   HaiBunda

Sabtu, 12 Jul 2025 20:10 WIB

5 Cara Menghadapi Trauma pada Anak Usai Dimarahi dan Dipukul
Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/Stock photo and footage
Daftar Isi
Jakarta -

Bunda, setiap orang tua tentu ingin anaknya tumbuh menjadi pribadi yang tangguh. Tak hanya itu, Si Kecil juga nantinya mampu bangkit dari kegagalan dan hidup dengan percaya diri.

Sayangnya, masih banyak yang mengira bahwa ketangguhan hanya bisa dibentuk dengan cara yang keras. Misalnya saja dengan sering membentak, menghukum, atau memaksa anak untuk 'kuat sedikit'.

Psikolog anak sekaligus penulis buku Raising Resilience, Tovah Klein mengatakan banyak orang tua keliru mengartikan ketangguhan. "Orang sering mengira ketangguhan itu harus dibentuk lewat sikap keras. Seperti, 'Ayo bertahan sedikit, jangan cengeng,'" ujar Klein, dikutip dari CNBC Make It.

Padahal, menurut Klein, ketangguhan justru terbentuk dari koneksi yang hangat antara anak dan orang tua. Anak perlu tahu bahwa mereka boleh merasa sedih, kecewa, atau marah, tanpa takut ditolak.

Dengan begitu, mereka belajar mengenali dan mengelola emosinya sendiri. Dukungan tanpa syarat inilah yang akan membantu anak tumbuh lebih kuat secara mental.

Anak yang tangguh tidak dibentuk lewat bentakan dan hukuman

Menurut Tovah Klein, ketangguhan anak tumbuh dari hubungan yang hangat, bukan dari hukuman atau sikap keras. Saat anak merasa dicintai tanpa syarat, mereka lebih mudah mengenali dan mengelola emosinya.

Anak-anak butuh tahu bahwa merasa sedih, kecewa, marah, atau takut adalah hal yang wajar. Mereka tidak seharusnya takut dimarahi atau ditolak saat menunjukkan emosi tersebut.

Saat anak merasa aman mengekspresikan perasaannya, mereka jadi lebih percaya diri menghadapi tantangan. Rasa aman ini jadi dasar penting bagi kekuatan mental mereka.

Ketangguhan tak muncul dari paksaan, tapi dari keyakinan bahwa mereka tidak sendirian. Dukungan orang tua yang konsisten dan penuh empati jadi kuncinya.

Anak butuh gagal dan kecewa, tetapi jangan dibiarkan sendiri

Saat Si Kecil merasa harus selalu kuat, mereka cenderung menekan emosinya karena takut dinilai lemah. Tanpa dukungan, anak bisa menarik diri dan enggan berbagi perasaannya.

Menghadapi kegagalan dan kekecewaan justru penting agar anak belajar mengelola emosi dengan lebih dewasa. Bunda tak perlu selalu melindungi mereka dari hal-hal sulit dalam hidup.

Hal yang terpenting adalah hadir dan mendampingi saat anak menjalani proses itu. Dengan begitu, mereka tahu bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi tantangan.

"Ketangguhan bukan soal menang atau kalah, tapi soal tahu bahwa aku bisa melewati ini, dan ada orang yang percaya padaku," kata Tovah Klein.

Ketangguhan bisa diajarkan lewat kasih sayang yang konsisten

Klein menegaskan bahwa ketangguhan bukan sifat bawaan, melainkan kemampuan yang bisa diajarkan. Caranya adalah melalui pola asuh penuh kasih sayang dan dukungan yang konsisten.

Saat Bunda rutin menanyakan perasaan anak dan menerima emosinya tanpa menghakimi, anak akan merasa aman. Pada akhirnya, rasa aman ini jadi fondasi penting bagi tumbuhnya kepercayaan diri dan kekuatan mental.

"Anak yang tahu bahwa ia tetap dicintai meski sedang marah atau gagal akan tumbuh jadi pribadi yang lebih kuat dan mandiri," jelas Klein.

Selain itu, Klein juga menekankan pentingnya anak merasa tidak sendirian. Kalimat "Aku tidak akan sendirian," memberi mereka kekuatan saat Si Kecil menghadapi tantangan.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(ndf/fir)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda