Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

parenting

Mengenal Orang Tua Overprotektif: Ciri-ciri, Bahaya, dan Cara Mengatasinya

Kinan   |   HaiBunda

Selasa, 01 Jul 2025 23:30 WIB

Mengenal Orang Tua Overprotektif
Ilustrasi/Foto: Getty Images/tampatra
Daftar Isi
Jakarta -

Orang tua memang perlu menjaga dan melindungi anak-anaknya, tapi jangan juga sampai menjadi overprotektif. Dikhawatirkan ini justru bisa memberi dampak buruk bagi mental anak.

Pola asuh overprotektif dikenal juga sebagai pola asuh helicopter atau helicopter parenting. Seperti helikopter yang melayang-layang, orang tua jenis ini pun demikian.

Orang tua terlalu protektif dan sangat terlibat dalam kehidupan sehari-hari anak, bahkan pada pengambilan keputusan sederhana.  

"Orang tua seperti ini cenderung terlalu protektif dan sangat khawatir tentang anak-anak mereka. Mereka sering kali mengatur secara rinci jadwal anak-anak mereka dan terlalu sering campur tangan," ungkap Psikolog Klinis, Michelle M. Reynolds, PhD, dikutip dari Parents.

Apa itu pola asuh overprotektif?

Pola asuh orang tua overprotektif terlalu memperhatikan aktivitas sehari-hari anak, dengan tujuan untuk melindungi mereka dari rasa sakit dan kekecewaan, serta untuk membantu mereka sukses.

Biasanya orang tua dengan pola asuh ini sering mengatur setiap aspek kehidupan anak. Fokus yang terlalu intens ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental anak, termasuk bagi citra diri, kemampuan mengatasi masalah, dan lainnya.

Psikolog Ann Dunnewold, PhD, menyebutkan bahwa orang tua overprotektif atau over-parenting umumnya ingin terlibat dalam kehidupan anak secara berlebihan. 

"Mereka mengontrol secara berlebihan, melindungi secara berlebihan, dan menyempurnakan secara berlebihan. Semua melampaui batas pengasuhan yang bertanggung jawab," jelasnya.

Ciri-ciri orang tua overprotektif

Orang tua yang terlalu protektif biasanya memiliki beberapa alasan. Ada yang takut anak terluka, ada pula yang khawatir anak tidak akan sukses tanpa perhatian dan campur tangan orang tua.

Meskipun penyebabnya berbeda-beda, ada beberapa ciri-ciri umum dari pola asuh yang terlalu protektif:

1. Selalu mengendalikan pilihan anak

Jika orang tua selalu membuat keputusan besar maupun kecil untuk anak tanpa memberinya kesempatan untuk berpikir sendiri, ini juga bisa menjadi ciri-ciri overprotektif.

Misalnya, anak ingin mencoba hal baru (seperti olahraga atau hobi), tapi Bunda bersikeras agar mereka tetap melakukan hal yang sudah biasa atau yang Bunda inginkan, maka ini bisa menekan motivasi. Keputusan demikian juga menunjukkan ketidakpercayaan pada anak dan mengasumsikan bahwa orang tua selalu lebih tahu.

Penting untuk memberi ruang bagi anak untuk mempertimbangkan pilihannya sendiri. Orang tua boleh memberikan nasihat, tapi pada akhirnya anak juga perlu mandiri dan percaya pada pendapatnya sendiri. 

2. Selalu melindungi dari kegagalan

Menjadi orang tua rasanya memang ingin selalu 'menyelamatkan' anak dari kekecewaan, termasuk tidak ingin anak mendapatkan nilai jelek atau merasa kecewa. 

Namun, kebiasaan selalu melindungin anak dari kegagalan bisa menjadi tanda pola asuh yang bermasalah. Anak-anak sebenarnya tangguh, tapi hanya jika orang tua memberi mereka kesempatan untuk bangkit kembali.

Sukses memang menyenangkan, tapi anak tidak akan benar-benar berkembang hingga mereka belajar mengatasi kegagalan sehari-hari.

3. Bereaksi berlebihan saat anak kalah

Anak mendapatkan nilai jelek atau kalah dalam perlombaan sebenarnya wajar terjadi. Namun, jika hal ini sampai membuat orang tua marah besar maka bisa berpengaruh pada perkembangan mental anak.

Bereaksi berlebihan tidak akan membantu anak dalam beradaptasi dan bertumbuh.

4. Takut anak terluka

Apabila Bunda selalu memperingatkan anak untuk hati-hati setiap kali mereka menutup pintu lemari atau panik saat mereka tersandung, bisa jadi Bunda sangat khawatir tentang keselamatan mereka.

Sebenarnya ada sesuatu yang tumpah atau terjatuh dan lecet adalah bagian dari masa kanak-kanak. Selama tidak ada bahaya yang mengancam nyawa, cobalah untuk menahan diri.

5. Terlalu fokus pada prestasi

Ciri orang tua overprotektif berikutnya yakni terlalu fokus pada pencapaian anak, bahkan sampai lupa merayakan momen sederhana bersama. 

Jika orang tua hanya fokus pada akademik dan prestasi yang terukur, itu bisa berdampak buruk pada kesejahteraan mental dan emosional anak.

"Pada usia balita, orang tua yang overprotektif mungkin terus mengikuti anak, selalu bermain dan mengarahkan perilakunya, tanpa memberi waktu bermain mandiri," kata Dunnewold.

Dampak dan bahaya pola asuh terlalu protektif

Semua orang tua pasti pernah melakukan kesalahan, jadi wajar jika sesekali anak melakukannya dan merasakan kegagalan. Orang tua perlu lebih memperhatikan proses perkembangan anak, bukan hasil semata.

Berikut beberapa dampak negatif dan bahaya pola asuh overprotektif bagi anak: 

1. Menurunnya kepercayaan diri dan harga diri

Anak yang terbiasa diatur oleh orang tua, cenderung tidak terbiasa untuk mengungkapkan pendapat dan mengambil keputusan bahkan untuk dirinya sendiri.

Mulai dari kegiatan les, tugas sekolah, atau sekadar memilih warna baju, jika selalu ditentukan oleh orang tua maka anak rentan mengalami tidak percaya diri dan harga diri rendah.

2. Tidak bisa mengatasi masalah 

Jika orang tua selalu ada untuk membereskan kesalahan anak atau mencegah masalah sejak awal, bagaimana anak dapat belajar mengatasi kegagalan? 

Sebuah studi tahun 2018 dalam jurnal Developmental Psychology menemukan bahwa orang tua yang terlalu mengontrol, dapat merusak kemampuan anak untuk mengatur emosi dan perilaku. 

3. Mudah cemas

Sebuah studi lain yang diterbitkan dalam Journal of Child and Family Studies menemukan bahwa pola asuh overprotektif dikaitkan dengan tingkat kecemasan dan depresi anak yang lebih tinggi.

4. Anak mungkin jadi suka berbohong 

Saat anak merasa terkekang oleh keberadaan orang tua yang terus-menerus mengatur, mereka berpontensi akan mencoba untuk berbohong. 

Ini rentan terjadi terutama jika mereka merasa tidak mampu menghadapi tekanan dari harapan yang tidak realistis atau aturan yang terlalu ketat.

5. Keterampilan hidup yang kurang berkembang

Orang tua yang tidak melatih anak untuk mandiri, dapat membuat mereka kesulitan berkembang. 

Sebagai contoh, jika orang tua selalu menyiapkan segalanya untuk anak (bahkan setelah anak-anak secara mental dan fisik mampu mengerjakan sendiri), maka ini bisa membuat anak jadi malas dan tidak mandiri.

Sebaliknya, orang tua harus membantu anak-anak belajar cara bertahan hidup dan berkembang tanpa mereka.

Tips untuk orang tua yang terlalu protektif

9 Kesalahan Orang Tua yang Rentan Membuat Anak Introvert, Termasuk Kasih Julukan PemaluIlustrasi Bunda dan anak/Foto: Getty Images/Nuttawan Jayawan

Orang tua tetap bisa belajar dari kesalahan, yang terpenting adalah mau melakukan perubahan dan menyesuaikan gaya pengasuhan, tanpa mengurangi kasih sayang pada anak. 

Diharapkan hal ini dapat membangun hubungan yang lebih sehat dengan anak. Berikut cara mengatasi pola asuh overprotektif:

1. Cari saran dan masukan dari orang tua lain

Berbicara dengan orang tua lain dengan gaya pengasuhan berbeda. Tukar cerita dan ide, serta saling berbagi pikiran. 

Kegiatan ini bisa membuka pikiran Bunda tentang berbagai macam gaya pengasuhan yang ada. Sesuaikan dengan kebutuhan Bunda dan juga anak. 

2. Ajak anak berdialog terbuka

Jaga komunikasi terbuka dengan anak, berapa pun usianya. Dengarkan keinginan dan pendapat mereka, meskipun mungkin ada dari beberapa masukan tersebut yang berbeda dari pandangan Bunda. 

3. Bersikap lebih santai terhadap diri sendiri

Berilah diri Bunda sedikit waktu untuk bernapas lebih dalam. Sebagai orang tua yang selalu siaga, Bunda mungkin akan merasa kewalahan. 

Misalnya, jika anak sedang senang bereksperimen di taman bermain, biarkan saja. Selama anak aman dan tidak ada bahaya berat yang mengancam, biarkan anak bereksplorasi.

4. Biarkan anak menghadapi kesulitan

Secara praktis, ini termasuk membiarkan anak kecewa, membantu mereka menghadapi kegagalan, dan membiarkan mereka melakukan hal-hal yang secara fisik dan mental mampu mereka lakukan.

Menurut Gilboa, orang tua sesekali perlu mundur satu langkah saat anak belajar menyelesaikan masalah, agar mereka tumbuh menjadi anak yang tangguh dan percaya diri.

"Orang tua perlu mempersiapkan anak menjadi dewasa. Itu butuh perjuangan, baik bagi anak maupun orang tua," ungkap Deborah Gilboa, MD.

5. Konsultasi ke profesional

Apabila masalah pengasuhan ini sudah semakin sulit untuk diubah dan dikendalikan, pertimbangkan mencari bantuan profesional. 

Konsultasi pada ahli bisa membantu menggali motivasi, serta membantu menemukan cara menghadapi kecemasan sebagai orang tua secara lebih sehat.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(fir/fir)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda