Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

menyusui

Mengenal Kondisi Lactostasis pada Ibu Menyusui, Apa Bedanya dengan Mastitis?

Dwi Indah Nurcahyani   |   HaiBunda

Sabtu, 01 Nov 2025 13:10 WIB

Ilustrasi Ibu dan Anak
Mengenal Kondisi Lactostasis pada Ibu Menyusui, Apa Bedanya dengan Mastitis?/Foto: Getty Images/iStockphoto/maruco
Daftar Isi
Jakarta -

Banyak ibu menyusui belum tahu kasus mastitis hampir mirip dengan lactostasis. Yuk, mengenal kondisi lactostasis pada ibu menyusui dan ketahui bedanya dengan mastitis.

Risiko menyusui yang dialami perempuan cukup banyak ya, Bunda. Jika biasanya familiar dengan mastitis, ternyata ada juga lho, gangguan yang dinamakan lactostasis. Kondisi ini juga bisa terjadi karena berbagai alasan dan jika tidak diatasi tepat waktu bisa meradang dan infeksi.

Mengenal kondisi lactostasis

Lactostasis merupakan kondisi dalam proses menyusui ketika produksi ASI melebihi kebutuhan ASI sehingga bisa menimbulkan gejala yang tidak nyaman bagi ibu menyusui serta memicu infeksi patologi.

Selama kehamilan, jaringan payudara mengalami penataan ulang di bawah pengaruh hormon. Di area yang bertanggung jawab untuk produksi ASI tersebut, sejumlah besar sel khusus (laktosit) dan reseptor prolaktin (hormon yang memastikan laktasi) muncul. Kemudian, setelah ibu melahirkan, sistem laktasi diaktifkan.

Pada periode pertama setelah melahirkan, kolostrum dan kemudian ASI menumpuk di lobulus payudara. Namun, alirannya mungkin terhambat karena bayi yang terlambat atau tidak tepat waktu menempel pada payudara, edema payudara, dan alasan lainnya. Lactostasis ini disebut primer.

Selanjutnya di periode berikutnya, gangguan aliran ASI dapat dikaitkan dengan fitur anatomi struktur payudara, teknik menyusui yang tidak tepat, serta faktor-faktor lainnya. Dalam hal ini, lactostasis biasanya disertai dengan tanda-tanda peradangan dan disebut sekunder.

Kenali faktor pemicu lactostasis

Ada beragam faktor yang memicu terjadinya lactostatis pada seorang perempuan. Berikut ini beberapa hal di antaranya ya, Bunda:

1. Saluran ASI terlalu sempit, panjang, berkelok-kelok, sehingga bayi tak dapat sepenuhnya mengeluarkan ASI saat menyusu.
2. Fitur struktur puting yang mencegahnya tersangkut sepenuhnya, atau retak, atau adanya kerusakan pada puting.
3. Tidak adanya aplikasi awal ke payudara, serta pemompaan pada periode pertama setelah melahirkan.
4. Posisi menyusui yang salah.
5. Interval menyusui yang tidak teratur atau terlalu lama.
6. Mengenakan pakaian dalam ketat yang menyebabkan kompresi mekanis pada saluran ASI.
7. Hipotermia kelenjar susu yang dapat menyebabkan kejang pada saluran ASI.

Apa saja gejala lactostasis?

Pada tahap awal lactostasis, ibu menyusui mungkin hanya merasakan sedikit ketidaknyamanan, yang berlanjut setelah menyusui. Gejala lakcostasis lainnya secara bertahap mulai terlihat dan meningkat seperti berikut ini:

1. Indurasi payudara

Pada periode pertama, mungkin terasa seperti benjolan kecil berukuran 1-2 cm, namun seiring perkembangan gejala, dapat mencapai 7-10 cm. Jika terdapat beberapa fokus, mereka dapat bergabung menjadi satu saat membesar.

2. Rasa berat di payudara

Pengosongan alveoli dan saluran ASI yang tidak sempurna selama menyusui atau memompa ASI menyebabkan rasa berat, yang selanjutnya dapat meningkat, sehingga ibu merasa bengkak atau terbakar.

3. Demam

Demam berat lebih merupakan ciri mastitis, tetapi suhu 37,5°C (39°C) juga dapat terjadi pada tahap akhir lactostasis. Terkadang, suhu kulit hanya naik dari sisi payudara yang terkena, sehingga disarankan untuk melakukan pengukuran di area ketiak dari sisi yang lain atau di bagian tubuh lain seperti di siku.

4. Kemerahan pada kulit

Pada kasus lactostasis, biasanya muncul sedikit kemerahan lokal pada kulit di area yang terkena. Jika kemerahan menyebar dan menjadi intens, biasanya menjadi tanda berkembangnya mastitis.

5. Rasa sakit

Nyeri pada kasus lactostasis biasanya terjadi dan meningkat sebelum menyusui, dan mereda setelahnya. Jika ibu tidak merasa lega setelah menyusui bayinya, ini mungkin merupakan tanda mastitis laktasi.

Kemungkinan adanya komplikasi pada lactostasis yang paling serius ialah mastitis laktasi. Mastitis laktasi berkembang lebih sering setelah 3-4 hari lactostasis parah, atau dengan menyusui yang tidak teratur.

Apa perbedaan lactostasis dan mastitis?

Pada kondisi lactostasis biasanya memengaruhi kedua payudara sementara pada mastitis seringnya hanya memengaruhi satu kelenjar susu saja. Kemudian, mastitis dapat menyebabkan hiperemia kulit yang nyata. Payudara yang terkena menjadi sangat merah dan terasa panas saat disentuh seperti dikutip dari laman Emc.

Ketika menyusui atau memompa ASI, busui juga biasanya merasakan rasa sakit, sehingga terkadang sulit untuk dilakukan. Dan, kondisi mastitis juga ditandai dengan peningkatan suhu hingga 38 derajat ke atas. Selain itu, kenyamanan ibu menyusui terganggu dengan kondisi menyusui yang memburuk, terasa lemas, memar, sakit kepala, dan lainnya.

Mastitis diobati setelah berkonsultasi dengan dokter yang mengevaluasi kebutuhan terapi antibiotik. Pada kasus yang parah, mastitis akut dapat menyebabkan infeksi dan memicu abses payudara bernanah, yang memerlukan perawatan bedah.

Mengutip dari laman Akhmetovfoundation, lactostasis tidaklah berbahaya bagi kesehatan ibu menyusui. Namun, jika masalah ini tidak diatasi terdapat risiko mastitis hingga peradangan akut pada kelenjar susu. Karena itu, busui harus memperhatikan perubahan sensasi sekecil apa pun, tetap waspada, dan mengikuti anjuran medis terkait laktasi, terutama dalam dua minggu pertama setelah melahirkan. 

Jika Bunda melihat tanda-tanda lactostasis, pastikan untuk terus menyusui Si Kecil. Dalam hal ini, Bunda mungkin perlu melekatkan payudara lebih sering dari biasanya, setidaknya setiap 1.5 sampai 2 jam sekali. Dan, mulailah menyusui dengan payudara yang nyeri serta berikan bayi payudara yang tidak terasa sakit di sesi akhir menyusui. Jangan lupa, berikan pijatan pada payudara ketika ASI terhenti.

Pengobatan lactostasis

Mengobati laktostasis dengan metode tradisional tanpa berkonsultasi dengan dokter sangat tidak disarankan dan dapat membahayakan kesehatan. Ada baiknya, segera berkonsultasi ke dokter untuk meredakan gejalanya.

Jika belum memungkinkan ke dokter, berikut ini beberapa cara meringankan kondisi lactostasis dengan cara yang aman:

1. Gunakan kompres dingin

Memberikan kompres dingin pada benjolan sebanyak 3 kali sehari selama 10-15 menit bisa membantu meringankan nyeri yang muncul. Bunda juga bisa menggunakan selembar kol dari kulkas yang sudah dilunakkan terlebih dahulu dengan tumbukan.

2. Jaga keseimbangan cairan

Sangat penting menjaga tubuh dari risiko dehidrasi ya, Bunda. Jika ibu menyusui berhenti minum selama lactostasis, ASI mereka cenderung menjadi lebih kental.

Ingatlah bahwa lactostasis payudara memang sangat tidak nyaman tetapi tidaklah berbahaya. Hal yang sama tidak berlaku untuk mastitis ya, Bunda. Karena, mastitis merupakan risiko yang serius dan membutuhkan diagnosis yang tepat serta perawatan yang berkualitas. 

Meski demikian, kondisi lactostasis yang tidak ditangani dalam waktu lama dapat menyebabkan abses pada kelenjar susu. Sehingga, sangat disarankan untuk segera mencari bantuan dari tim medis untuk mendapatkan pengobatan yang bisa segera meredakannya.

Semoga informasinya membantu ya, Bunda.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(pri/pri)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda