Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

menyusui

95 Persen Obat Belum Teruji Aman untuk Ibu Menyusui, Apa Risikonya?

Amrikh Palupi   |   HaiBunda

Rabu, 13 Aug 2025 08:40 WIB

A man holding a glass of cold water and a pill, illustrating the common misconception of taking medication with cold water. Highlights the potential risks and importance of proper medication practices
95 Persen Obat Belum Teruji Aman untuk Ibu Menyusui, Apa Risikonya?/Foto: Getty Images/PhanuwatNandee
Jakarta -

Sebanyak 95 persen obat untuk ibu menyusui belum memiliki data keamanan yang cukup. Lantas, apa saja risiko yang mungkin timbul jika obat untuk ibu menyusui dikonsumsi? Simak yuk Bunda penjelasan selengkapnya berikut. 

Masa menyusui merupakan periode penting dalam tumbuh kembang bayi. Apa yang dikonsumsi oleh ibu bisa berdampak langsung pada kualitas ASI yang diberikan. Sayangnya, menurut laporan dari BMJ Open (2024), sekitar 95 persen obat-obatan belum memiliki data keamanan yang memadai untuk ibu menyusui.

Oleh karena itu, banyak perempuan yang memilih untuk menghentikan pengobatan selama kehamilan dan menyusui menghadapkan diri pada risiko kesehatan, dan harus mempertimbangkan keinginan mereka untuk memiliki anak dan menyusui dengan risiko yang masih sangat sedikit kita ketahui. 

Dalam dua uji klinis yang sedang berlangsung, para peneliti menetapkan standar baru untuk studi laktasi manusia yang mencakup pengambilan sampel ASI dan plasma dari ibu serta bayi yang disusui.

"Kurangnya bukti ilmiah merupakan masalah etika bagi perempuan dan dokter, mengingat sekitar 70 persen perempuan perlu menggunakan obat-obatan di suatu waktu selama kehamilan mereka. Dalam banyak kasus, perempuan disarankan untuk tidak menyusui atau menghentikan penggunaan obat-obatan mereka. Namun, menyusui memiliki manfaat bagi baik ibu maupun anak," ujar Mats G. Hansson, profesor senior etika biomedis, Pusat Etika Penelitian & Bioetika Universitas Uppsala, kepala dua uji klinis yang sedang berlangsung dikutip dari laman Medical. 

Sebanyak 95 persen dari semua obat belum diteliti secara memadai untuk mencantumkan informasi keamanan terkait kehamilan dan menyusui pada labelnya. Standar saat ini untuk studi laktasi masih menggunakan data dari hewan dan konsentrasi obat dalam ASI, dengan pendekatan PB (physiologically based) atau PK (pharmacokinetic modeling) untuk memperkirakan seberapa banyak zat tertentu yang berpindah ke bayi. 

Studi-studi yang tersedia pun tergolong lama dan hanya didasarkan pada data dari sedikit individu serta menggunakan metode analisis yang sudah usang.

Sementara BMJ Open saat ini baru saja menerbitkan protokol untuk standar emas baru dalam studi laktasi klinis yang meneliti konsentrasi prednisolon dalam ASI serta plasma dari ibu dan bayi. Prednisolon adalah obat yang diresepkan untuk berbagai kondisi, termasuk rheumatoid arthritis, yaitu penyakit kronis yang melemahkan dan memerlukan pengobatan jangka panjang.

Pada uji klinis ini, sampel disimpan dalam biobank dan dianalisis berdasarkan sifat farmakokinetik obat serta perpindahannya dari ASI ke plasma bayi. Studi ini juga difokuskan pada prednisolon yang digunakan untuk mengobati Rheumatoid Arthritis dan metformin, yang digunakan untuk mengobati Diabetes tipe 2. 

Dengan pendekatan biobanking dan persetujuan tertulis dari peserta untuk penelitian di masa depan yang mungkin belum ditentukan saat ini, protokol ini membuka peluang untuk pemantauan jangka panjang terhadap efek obat pada bayi yang disusui.

Risiko obat belum teruji aman untuk ibu menyusui

Mengutip laman Journal, sebagian besar obat yang dikonsumsi ibu tidak berdampak buruk terhadap sebagian besar bayi yang disusui. Beberapa obat seperti parasetamol yang digunakan secara tunggal umumnya dianggap aman, sementara obat lain dapat menyebabkan efek samping ringan yang dapat sembuh sendiri, seperti diare atau sariawan mulut setelah pemberian antibiotik. 

Namun, reaksi obat yang merugikan (ADR) dengan tingkat keparahan yang bervariasi akibat paparan melalui ASI telah banyak dilaporkan, termasuk yang mengancam jiwa seperti henti napas (apnea) dan perdarahan selaput otak (perdarahan meningeal). Dampak jangka panjang jarang dilaporkan.

Mengutip laman Bmjopen, dalam praktik klinis, isu keamanan penggunaan obat selama menyusui sering kali muncul. Tanpa bukti keamanan yang cukup, pendekatan kehati-hatian sering diambil, seperti menghentikan resep obat selama menyusui atau menyarankan untuk tidak menyusui sama sekali.

Pendekatan ini memiliki konsekuensi, baik bagi ibu maupun anaknya. Ibu mungkin tidak menerima pengobatan yang memadai, atau ibu dan anaknya kehilangan manfaat menyusui yang telah terbukti. Kurangnya bukti mengenai transfer obat ke bayi menyusui justru dapat meningkatkan risiko bagi ibu dan anak. Bukti anekdotal dari dokter di Swedia menunjukkan bahwa praktik klinis bervariasi, beberapa dokter menghentikan pengobatan, sementara yang lain melanjutkan.

Dalam studi  dari proyek ConcePTION, bersama dengan beberapa studi laktasi lainnya menyebutkan bahwa  sangat penting untuk memahami sepenuhnya risiko apa pun yang mungkin dialami oleh bayi akibat pengobatan ibu menyusui. Pemahaman ini penting agar manfaat pengobatan dapat dibandingkan secara tepat dengan risikonya, serta agar tenaga medis dan perempuan dapat membuat keputusan yang tepat mengenai pengobatan dan menyusui. 

Dikutip dari Mayo Clinic, hampir semua obat yang ada di dalam darah ibu akan ditransfer ke ASI sampai batas tertentu. Sebagian besar obat tidak menimbulkan risiko yang berbahaya pada bayi. Namun, ada pengecualian di mana obat dapat terkonsentrasi dalam ASI. Oleh karena itu mengapa konsumsi obat pada ibu menyusui harus dipertimbangkan lagi.

Pasalnya, jika terjadi paparan obat dalam ASI dapat menimbulkan risiko besar bagi bayi prematur, bayi baru lahir, dan bayi yang secara medis tidak stabil atau memiliki ginjal yang fungsinya buruk.

Sebaliknya, risiko terendah dapat terjadi pada pada bayi sehat berusia 6 bulan dan lebih. Bayi di usia ini sudah dapat memindahkan atau melakukan metabolisme obat melalui tubuh mereka secara efisien. Di lain sisi, ibu menyusui lebih dari satu tahun juga lebih sering menghasilkan ASI dalam jumlah yang relatif lebih sedikit. Kondisi tersebut dapat mengurangi jumlah atau paparan obat yang ditransfer ke ASI.

American Academy of Pediatrics (AAP) dijelaskan menyarankan ibu menyusui memberi tahu dokter anak tentang semua obat yang mereka minum, termasuk produk herbal. Tidak semua obat terkandung dalam jumlah yang signifikan di dalam ASI atau dapat menimbulkan risiko pada bayi.

"Kelas obat tertentu dapat menimbulkan masalah, baik karena akumulasi dalam ASI atau karena efeknya pada bayi atau ibu menyusui. Produk yang paling umum menjadi perhatian adalah obat penghilang rasa sakit, antidepresan, dan obat untuk mengatasi penyalahgunaan zat/alkohol atau menghentikan kebiasaan merokok," tulis AAP.

Oleh karena itu jika Bunda yang sedang menyusui dan ingin mengonsumsi obat-obatan tertentu sebaiknya konsultasi ke dokter apakah obat tersebut aman atau tidak. Selain itu, Bunda juga dapat mencari informasi tentang keamanan dari obat tersebut jika dikonsumsi untuk ibu menyusui.

Itulah penjelasan tentang apakah obat belum teruji aman untuk ibu menyusui dan apakah ada risikonya? Semoga informasi tentang obat untuk ibu menyusui terjawab dan bermanfaat ya Bunda. 

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(pri/pri)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda