Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

kehamilan

Respons Hemasnura saat Disentil Netizen Tak Peka pada Pejuang Garis Dua karena Kerap Posting Anak

Annisa Aulia Rahim   |   HaiBunda

Senin, 08 Dec 2025 21:00 WIB

Danang DA dan istri cerita soal kebahagiaan mengurus anak pertama.
Respons Hemasnura saat Disentil Netizen Tak Peka pada Pejuang Garis Dua karena Kerap Posting Anak/Foto: Febryantino/detikcom
Daftar Isi
Jakarta -

Bunda, dunia media sosial memang sering jadi tempat berbagi kebahagiaan, termasuk untuk para orang tua muda yang gemas ingin memamerkan momen-momen manis anaknya. Tapi, tak jarang juga muncul protes atau komentar tak mengenakkan dari warganet yang merasa tersinggung atau kurang nyaman. Hal inilah yang baru-baru ini dialami oleh kreator konten Hemasnura.

Lewat berbagai unggahan, Hemasnura memang kerap membagikan perkembangan putrinya, Diarta Maiza Pramasvara, baik itu milestone baru maupun tingkah lucu sehari-hari. Namun, beberapa netizen menilai unggahan tersebut kurang sensitif bagi para pejuang garis dua, sebutan untuk pasangan yang tengah berjuang mendapatkan momongan.

Lalu, bagaimana respons Hemasnura? 

Disentil Netizen, disebut kurang peka

Beberapa komentar yang masuk ke akun Hemasnura menyinggung bahwa postingan tentang anak bisa terasa 'menusuk' bagi mereka yang sedang menjalani program kehamilan atau yang belum berhasil hamil. Ada yang bahkan meminta Hemasnura untuk lebih membatasi konten yang dianggap memicu kesedihan bagi pejuang garis dua.

Namun, komentar-komentar semacam ini bukan pertama kalinya muncul di dunia parenting sosmed, ya Bunda. Banyak orang tua sering merasa serba salah ingin berbagi kebahagiaan, tapi takut menyinggung pihak lain.

Menurut penelitian dalam Mediated Mothering and Social Comparison menunjukkan bahwa media sosial mendorong perbandingan sosial yang kuat, baik antar-ibu maupun antar-perempuan secara umum. Nah, ini menjelaskan kenapa bagi sebagian pejuang garis dua, melihat postingan anak bisa memantik emosi tertentu, meski sebenarnya pemilik konten tidak punya niat buruk.

Selain itu, sebuah penelitian berjudul Sharing Images of Children on Social Media: British Motherhood Influencers and the Privacy Paradox menganalisis lebih dari 5.200 postingan ibu-ibu di Instagram. Hasilnya, lebih dari 75 persen unggahan berisi foto anak. Para peneliti menemukan bahwa sebagian besar orang tua merasa wajar membagikan perkembangan anak, meskipun ada dilema privasi yang menyertainya.

Penelitian lain, Sharenting Syndrome: An Appropriate Use of Social Media? menjelaskan bahwa berbagi foto/video anak memang umum dilakukan, tapi bisa memunculkan risiko emosional dan sosial, baik bagi anak maupun orang tua. Ini relevan dengan situasi Hemasnura bahwa sharenting adalah fenomena besar, bukan sekadar pilihan individu.

Respons Hemasnura: Tetap empati, tapi berprinsip

Menanggapi kritik tersebut, Hemasnura memberikan pernyataan yang cukup bijak. Ia menegaskan bahwa setiap orang punya perjalanan hidup masing-masing, dan orang tua yang membagikan perkembangan anak bukan berarti tidak peduli atau tidak sensitif.

Hemasnura juga menyampaikan bahwa kebahagiaan orang lain tidak seharusnya dilihat sebagai pemicu kesedihan. Ia memahami beratnya perjuangan pasangan yang sedang menjalani program hamil, namun mengingatkan bahwa media sosial adalah ruang personal tempat setiap orang bebas mengekspresikan kehidupannya.

Ia pun tetap menunjukkan empati, mengatakan bahwa ia berharap para pejuang garis dua diberikan kekuatan, kelancaran, serta rezeki terbaik untuk segera dipertemukan dengan sang anak.

Fenomena ‘serba salah’ di media sosial

Bunda pasti sering lihat fenomena ini: Posting anak salah, posting liburan salah, posting kerja keras dibilang pamer, posting keluh kesah juga dibilang drama. Intinya, media sosial memang medan yang sulit menyenangkan semua pihak.

Faktanya, menurut berbagai studi psikologi komunikasi digital, pengguna media sosial sering memproyeksikan rasa lelah, cemas, atau kecewa mereka kepada konten yang sebenarnya tidak ditujukan untuk menyakiti siapa pun. Bukan soal konten itu sendiri, melainkan bagaimana kondisi emosional si penerima saat melihatnya.

Makanya, penting untuk terus ingat bahwa setiap unggahan adalah potongan kecil kehidupan seseorang dan tidak semua orang akan meresponsnya dengan kondisi emosi yang sama.

Respons Hemasnura mengingatkan kita bahwa media sosial bukan ruang yang hitam putih. Ada rasa bahagia, rapuh, sensitif, hingga bangga yang bercampur jadi satu. Pejuang garis dua punya perjalanan berat yang patut dihormati, tetapi orang tua yang memposting anak pun tidak seharusnya selalu disalahkan. Selama ada empati, ruang digital bisa lebih humanis dan tidak lagi serba salah.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(pri/pri)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda