Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

kehamilan

Negara Ini Dinobatkan Jadi Tempat Paling Berbahaya untuk Melahirkan, 1 Bumil Meninggal Setiap 7 Menit

Amrikh Palupi   |   HaiBunda

Minggu, 07 Sep 2025 16:10 WIB

Negara paling bahaya untuk bumil
Negara paling bahaya untuk bumil/ Foto: Getty Images/Motortion
Daftar Isi

Kasus kematian ibu hamil dan melahirkan masih menjadi perhatian masyarakat global. Menurut data statistik PBB, terungkap bahwa Nigeria dinobatkan sebagai negara paling berbahaya di dunia untuk proses persalinan, Bunda.  Bahkan satu perempuan meninggal setiap tujuh menit saat melahirkan. 

Mengutip laman BBC, menurut data PBB tahun 2023, satu dari 100 perempuan di Nigeria meninggal saat persalinan atau beberapa hari setelahnya. Pada tahun yang sama, Nigeria menyumbang 29 persen dari seluruh kematian ibu di dunia dengan total sekitar 75.000 kematian dalam setahun.

Artinya, setiap hari ada sekitar 200 ibu meninggal, atau satu orang setiap tujuh menit. Padahal sebagian besar kasus sebenarnya bisa dicegah, misalnya perdarahan pasca persalinan, persalinan macet, tekanan darah tinggi, hingga aborsi tidak aman.

Kisah tragis Chinenye Nweze, bunda berusia 36 tahun menjadi contohnya. Ia meninggal akibat perdarahan di sebuah rumah sakit di Onitsha. 

“Dokter membutuhkan darah, tapi persediaan tidak cukup. Mereka sibuk ke sana kemari. Kehilangan saudara sekaligus sahabatku adalah hal yang tak tertahankan,” kata Henry Edeh, saudaranya.

Akar masalah: infrastruktur minim dan biaya tinggi

Menurut Martin Dohlsten dari UNICEF Nigeria, tingginya angka kematian ibu di Nigeria merupakan hasil dari kombinasi berbagai faktor. Di antara faktor-faktor tersebut, seperti infrastruktur kesehatan yang buruk, kekurangan tenaga medis, biaya pengobatan yang mahal sehingga banyak orang tidak mampu membayar, praktik budaya yang membuat sebagian orang tidak percaya pada tenaga medis, serta masalah keamanan.

"Tidak ada perempuan yang pantas meninggal saat melahirkan," kata Mabel Onwuemena, koordinator nasional Women of Purpose Development Foundation.

Onwuemena menjelaskan bahwa sebagian perempuan, terutama di pedesaan percaya bahwa pergi ke rumah sakit hanyalah buang-buang waktu dan lebih memilih pengobatan tradisional daripada mencari pertolongan medis yang bisa menunda perawatan penyelamat nyawa.

Selain itu, bagi sebagian orang, mencapai rumah sakit atau klinik hampir mustahil karena kurangnya transportasi. Namun, menurut Onwuemena, sekalipun mereka berhasil sampai, masalah mereka belum selesai.

"Banyak fasilitas kesehatan tidak memiliki peralatan dasar, persediaan medis, dan tenaga terlatih, sehingga sulit memberikan layanan yang berkualitas," tuturnya. 

Faktanya banyak rumah sakit di Nigeria kekurangan obat, peralatan dasar, hingga tenaga medis. Pemerintah federal Nigeria saat ini hanya mengalokasikan 5 persen dari anggarannya untuk kesehatan, jauh dari target 15 persen yang telah disepakati negara itu dalam sebuah perjanjian Uni Afrika tahun 2001.

Data tahun 2021 mencatat Nigeria hanya memiliki 121.000 bidan untuk 218 juta jiwa. WHO memperkirakan negara itu membutuhkan tambahan 700.000 bidan dan perawat agar bisa memenuhi standar layanan.

Ketimpangan akses: kaya bisa selamat, miskin berisiko

Kesenjangan akses kesehatan terlihat jelas. Di kawasan elit seperti Abuja, banyak perempuan bisa melahirkan dengan aman karena mampu membayar rumah sakit swasta.

Chinwendu Obiejesi, seorang ibu tiga anak, mengaku tidak pernah mempertimbangkan melahirkan di tempat lain selain rumah sakit swasta.  Menurutnya, di antara teman dan keluarganya, kematian ibu kini jarang terjadi, padahal dulu ia sering mendengarnya.

Obiejesi yang tinggal di sebuah kawasan elit di Abuja, di mana rumah sakit lebih mudah dijangkau, jalan lebih baik, dan layanan darurat berfungsi. Lebih banyak perempuan di kota juga berpendidikan dan menyadari pentingnya pergi ke rumah sakit.

“Saya selalu rutin mengikuti perawatan antenatal. Itu membuat saya bisa berdiskusi dengan dokter, menjalani tes, dan memantau kesehatan bayi,” katanya.

Namun, bagi perempuan dari keluarga miskin, pilihan itu tidak ada. Jamila Ishaq perempuan 28 tahun, dari Kano, menceritakan pengalamannya saat melahirkan anak keempat. 

"Bidan lokal menyarankan pergi ke rumah sakit karena ada komplikasi. Tapi ketika sampai di sana, tidak ada tenaga kesehatan yang bisa membantu. Akhirnya saya pulang dan melahirkan di rumah," tuturnya. 

Upaya pemerintah Nigeria

Dr. Nana Sandah Abubakar, Direktur layanan kesehatan masyarakat di Badan Pengembangan Layanan Kesehatan Primer Nasional (NPHCDA), mengakui bahwa situasinya sangat buruk, tetapi dia mengatakan bahwa ada sebuah rencana baru sedang dijalankan untuk mengatasi beberapa masalah tersebut.

November lalu, pemerintah Nigeria meluncurkan Maternal Mortality Reduction Innovation Initiative (Mamii). Nantinya program ini akan menargetkan 172 wilayah pemerintahan lokal di 33 negara bagian, yang menyumbang lebih dari setengah jumlah kematian terkait persalinan di Nigeria.

"Kami mengidentifikasi setiap perempuan hamil, mengetahui di mana mereka tinggal, dan mendukung mereka melalui kehamilan, persalinan, hingga setelahnya,” kata Dr. Sandah Abubakar.

Menurut Dr. Sandah, sejauh ini ada 400.000 perempuan hamil di enam negara bagian telah terdata melalui survei dari rumah ke rumah, dengan rincian apakah mereka mengikuti kelas antenatal atau tidak.

“Rencananya adalah mulai menghubungkan mereka dengan layanan agar mereka mendapatkan perawatan yang dibutuhkan dan melahirkan dengan aman.”

Program Mamii juga bertujuan untuk bekerja sama dengan jaringan transportasi lokal agar lebih banyak perempuan bisa mencapai klinik, serta mendorong masyarakat untuk mendaftar asuransi kesehatan publik berbiaya rendah.

Secara global, angka kematian ibu telah menurun sebesar 40 persen sejak tahun 2000, berkat perluasan akses terhadap layanan kesehatan. Angka di Nigeria juga membaik pada periode yang sama tetapi hanya sebesar 13 persen. 

Meskipun program Mamii dan lainnya merupakan inisiatif yang disambut baik, sebagian ahli percaya bahwa masih banyak yang harus dilakukan termasuk peningkatan investasi.

“Keberhasilan mereka bergantung pada pendanaan yang berkelanjutan, pelaksanaan yang efektif, dan pemantauan yang terus-menerus untuk memastikan tujuan yang diharapkan tercapai,” kata Dohlsten dari UNICEF.

Sementara itu, kehilangan setiap ibu di Nigeria 200 orang setiap hari akan terus menjadi tragedi bagi keluarga yang ditinggalkan.

Demikian ulasan mengenai negara paling berbahaya untuk melahirkan, bahkan menuai catatan ada satu perempuan meninggal setiap tujuh menit saat melahirkan. 

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(rap/rap)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda