Terpopuler
Aktifkan notifikasi untuk dapat info terkini, Bun!
Bunda dapat menonaktifkan kapanpun melalui pengaturan browser.
Nanti saja
Aktifkan

kehamilan

Imbas Angka Kelahiran Terendah di Dunia, Klinik Kesuburan Kini Menjamur di Korea Selatan

Melly Febrida   |   HaiBunda

Rabu, 27 Aug 2025 08:30 WIB

Ilustrasi Suami Istri dan Dokter
Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/PrathanChorruangsak
Jakarta -

Angka kelahiran di Korea Selatan termasuk yang terendah di dunia. Kesulitan hamil menjadi salah satu alasan turunnya angka kelahiran. Ternyata ini berimbas dengan berjamurnya klinik kesuburan di Korea Selatan (Korsel).

Melansir dari BBC, pada sebagian orang impian memiliki anak itu hanya tertentu. Namun, inti masalah dari populasi Korea Selatan adalah serangkaian tekanan sosial dan finansial. Menurut Laporan PBB, lebih dari separuh warga Korea Selatan mengaku menginginkan kehadiran anak, tapi warga tidak mampu membiayainya. 

Korsel masih menganut norma-norma patriarki, yang menempatkan sebagian besar tanggung jawab pengasuhan anak. Dampaknya terhadap perempuan adalah jam kerja yang panjang dan biaya pendidikan yang tinggi - yang membuat banyak anak muda enggan memiliki anak.

Usia rata-rata perempuan Korsel memiliki anak pertama adalah 33,6 tahun. Ini salah satu yang tertinggi di dunia.

Menjamurkan klinik kesuburan di Korea Selatan

Korea Selatan masih berjuang dengan tingkat kelahiran terendah di dunia, namun klinik fertilitas justru semakin diminati. Sekitar 15–20 persen pasangan mengalami infertilitas di Korea Selatan, berdasarkan estimasi resmi Ministry of Health and Welfare (MOHW).

Dilansir dari laman Market Research Future,  pasangan semakin sering menunda memiliki anak karena berbagai alasan, termasuk keamanan finansial dan tujuan profesional. Permintaan akan teknologi reproduksi berbantuan, seperti inseminasi intrauterin (IUI) dan fertilisasi in vitro (IVF), didorong oleh tren ini. 

Seiring semakin banyaknya orang yang memahami masalah reproduksi dan perawatan yang tersedia, peluang komersial juga semakin besar. Layanan kesehatan personal seperti tes dan perawatan kesuburan individual semakin diminati.

Selain itu, masyarakat menjadi lebih berpengetahuan karena akses informasi yang lebih mudah mengenai perawatan reproduksi dengan pertumbuhan penggunaan internet dan platform kesehatan digital.

Ini terlihat dari meningkatnya minat terhadap metode konsepsi komplementer dan alternatif, seperti akupunktur dan konseling diet. Semakin banyak orang yang mencari perawatan karena meningkatnya inisiatif kesadaran publik dan jaringan dukungan komunitas yang membantu menghilangkan stigma yang terkait dengan masalah infertilitas.

Kondisi tersebut didukung dengan menjamurnya klinik kesuburan Korea Selatan yang secara progresif menerapkan teknik dan teknologi mutakhir, seperti tes genetik dan pembekuan embrio.

Antara tahun 2018 dan 2022, jumlah perawatan fertilitas yang dilakukan di negara tersebut meningkat hampir 50 persen menjadi 200.000. Tahun lalu, satu dari enam bayi di Seoul lahir dengan bantuan perawatan fertilitas.

Para ahli mengatakan, yang mendasari lonjakan angka kelahiran ini adalah pergeseran sikap terhadap keluarga berencana. "Kita memiliki generasi muda… yang terbiasa mengendalikan hidup mereka," kata Sarah Harper CBE, profesor Gerontologi di Universitas Oxford. 

Menurutnya kendali yang dimaksud berupa perempuan lajang yang membekukan sel telur atau pasangan yang mencoba program bayi tabung ketika belum kunjung hamil.

"Padahal pada generasi sebelumnya, bisa hamil atau tidak, jadi agak serampangan. Sekarang kita melihat perempuan Korea berkata, 'Saya ingin merencanakan hidup saya.'"

Kabar ini tentu baik untuk pemerintah Korea Selatan yang sedang berupaya mengeluarkan negaranya dari krisis demografi.  Satu dari lima orang di Korea Selatan kini berusia 65 tahun ke atas. Sebagai proporsi dari total populasi negara, jumlah bayi tidak pernah lebih sedikit.

Pada 2024, angka kelahiran Korea Selatan naik untuk pertama kalinya dalam sembilan tahun. Padahal, negara ini telah berulang kali memecahkan rekornya sendiri sebagai negara dengan angka kelahiran terendah di dunia, yakni 0,98 bayi per perempuan pada tahun 2018, 0,84 pada tahun 2020, dan 0,72 pada tahun 2023.

Jika tren ini berlanjut, para ahli memperingatkan bahwa populasi 50 juta jiwa dapat berkurang setengahnya dalam 60 tahun.

Namun baru-baru Korea Selatan memiliki alasan untuk optimis, angka kelahiran Korea Selatan naik tipis menjadi 0,75 pada tahun 2024. Ini pertama kalinya meningkat dalam sembilan tahun.

"Ini kenaikan kecil, tetapi tetap signifikan," kata Seulki Choi, seorang profesor di Sekolah Kebijakan Publik dan Manajemen, Institut Pembangunan Korea.

Kenaikan tersebut memang masih terlalu dini untuk dikatakan bahwa ini adalah awal dari pembalikan yang sangat dibutuhkan atau hanya sebuah titik kecil. Angka kelahiran Korea Selatan masih jauh di bawah rata-rata global sebesar 2,2. Namun, banyak orang seperti Dr. Choi optimistis dengan hati-hati.

"Jika tren ini berlanjut, ini bisa menandakan pergeseran jangka panjang," kata Dr. Choi. "Kita perlu memperhatikan bagaimana sikap anak muda terhadap pernikahan dan menjadi orang tua berubah," ujar Choi.

Berdasarkan analisis Market Research Future (MRFR), South Korea Fertility Services Market Size diperkirakan mencapai 774,0 (Juta USD) pada tahun 2023. South Korea Fertility Services Market Industry diperkirakan akan tumbuh dari 860,0 (Juta USD) pada tahun 2024 menjadi 2.000,0 (Juta USD) pada tahun 2035.

South Korea Fertility Services Market CAGR (tingkat pertumbuhan) diperkirakan akan mencapai sekitar 7,974 persen selama periode perkiraan (2025-2035).

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(pri/pri)

TOPIK TERKAIT

HIGHLIGHT

Temukan lebih banyak tentang
Fase Bunda