
kehamilan
Dikira Efek KB, Perempuan Ini Didiagnosis Kanker Serviks Stadium 3
HaiBunda
Rabu, 16 Jul 2025 21:30 WIB

Daftar Isi
Ketika tubuh menunjukkan perubahan setelah pemasangan alat kontrasepsi seperti IUD atau spiral tembaga, banyak perempuan menganggap itu sebagai efek KB yang wajar. Sedikit nyeri, bercak darah, atau siklus haid yang berubah kerap dianggap bagian dari proses adaptasi terhadap metode kontrasepsi yang digunakan.
Namun, tidak semua keluhan bisa dianggap remeh, Bunda. Beberapa gejala yang muncul sering kali tertutup oleh asumsi bahwa itu hanya efek KB, padahal bisa jadi merupakan tanda awal dari kondisi yang lebih serius, seperti kanker serviks.
Agar lebih waspada dalam membedakan efek KB yang normal dan gejala yang patut diwaspadai, simak potongan cerita malang yang dialami seseorang di bawah ini, Bunda.
Gejala awal kanker serviks diabaikan karena disangka efek penggunaan KB
Bunda, saat memilih metode kontrasepsi seperti IUD atau spiral tembaga, tubuh akan menunjukkan sejumlah respons. Kram ringan, bercak darah, atau perubahan siklus menstruasi adalah efek KB yang umum terjadi. Namun bagaimana jika gejala tersebut ternyata bukan sekadar efek kontrasepsi, melainkan tanda awal kondisi serius seperti kanker serviks?
Inilah yang dialami Jasmin McKee, perempuan asal Southampton, Inggris. Melansir dari laman Independent, Jasmin didiagnosis kanker serviks stadium tiga pada usia 25 tahun setelah mengalami keluhan yang ia kira hanya efek samping KB spiral yang dipasangnya pada Maret 2023.
Gejala awal seperti nyeri punggung bawah, perdarahan setelah berhubungan intim, dan siklus haid tidak teratur ia anggap sebagai respons normal tubuh terhadap alat kontrasepsi baru.
“Saya pikir itu semua hanya efek KB spiral yang wajar. Banyak orang mengalami kram atau bercak darah setelah pemasangan,” tutur Jasmin.
Karena merasa itu adalah keluhan pasca pemasangan KB spiral yang lumrah, Jasmin tidak segera mencari bantuan medis. Bahkan ketika memasuki usia 25 tahun, usia standar untuk melakukan pemeriksaan serviks di Inggris, ia tetap menunda tes skrining karena kekhawatiran pribadi.
"Saya sempat membaca cerita-cerita menakutkan tentang prosedur Pap smear secara online, jadi saya menghindarinya," aku Jasmin.
Baru pada Maret 2024 ia memberanikan diri menjalani pemeriksaan serviks. Ternyata, prosedur yang sempat ia takuti berlangsung sangat cepat dan tidak menimbulkan rasa sakit.
"Saya keluar dari ruangan dalam waktu kurang dari 10 menit. Rasanya sama sekali tidak menyakitkan,” katanya.
Lima minggu setelah tes, hasil skrining menunjukkan bahwa Jasmin positif Human Papillomavirus (HPV) dengan perubahan sel abnormal dalam jumlah besar di leher rahim. Pemeriksaan lanjutan berupa biopsi dan ultrasonografi internal-eksternal dilakukan dua minggu kemudian. Hasil akhirnya menyatakan bahwa ia mengidap kanker serviks stadium tiga, yang berarti sel kanker telah menyebar ke jaringan sekitarnya.
“Saat diberi tahu, saya benar-benar merasa mati rasa,” ungkap Jasmin.
Ia bahkan sempat menyembunyikan kondisinya dari keluarga karena tak ingin membuat mereka khawatir. "Saya bingung harus mulai dari siapa. Pikiran pertama saya adalah, bagaimana saya memberi tahu kakek-nenek saya?"
Setelah penegakan diagnosis, barulah Jasmin menyadari bahwa gejala yang ia kira efek KB ternyata adalah tanda-tanda awal kanker serviks yang terabaikan
Menurut Dr. Clare Stevens, spesialis onkologi ginekologi di Royal Marsden Hospital, membedakan efek samping KB spiral dengan gejala kanker serviks merupakan langkah krusial dalam deteksi dini.
“Efek KB biasanya ringan dan bersifat sementara, seperti kram atau bercak darah singkat. Namun perdarahan setelah berhubungan intim, nyeri panggul menetap, dan perubahan siklus menstruasi yang mencolok bisa jadi tanda kelainan serius di leher rahim,” jelasnya.
Jalani operasi hingga kemoterapi untuk melawan kanker
Setelah diagnosis dilaksanakan, Jasmin menjalani operasi pengangkatan tumor pada November 2024. Sayangnya, operasi tersebut tidak berhasil mengangkat seluruh jaringan kanker. Tumor yang semula kecil telah berkembang menjadi massa berukuran dua hingga lima sentimeter.
Pengobatan dilanjutkan dengan radioterapi intensif pada Januari 2025 selama tiga minggu, lima hari per minggu. Efek sampingnya sangat menguras energi Jasmin.
"Saya merasa sangat lelah, seperti bisa tidur selama 24 jam penuh," tuturnya.
Namun, hasil pemindaian pasca-radioterapi menunjukkan kanker masih aktif. Pada April 2025, ia memulai kemoterapi sebagai upaya lanjutan. Untuk menghadapi kerontokan rambut akibat pengobatan, Jasmin memutuskan mencukur rambutnya lebih dulu agar tetap merasa berdaya atas situasinya.
Momen mengharukan terjadi ketika keponakannya, Darcy May Rose, yang masih berusia enam tahun, memotong 12 cm rambutnya sebagai bentuk dukungan. “Saya langsung menangis. Itu sangat berarti buat saya,” kata Jasmin.
Kini, Jasmin tengah menjalani delapan siklus kemoterapi yang dijadwalkan selesai pada September 2025. Ia berharap bisa pulih dan menjalani hidup dengan penuh makna setelah semua pengobatan selesai.
Jasmin kritik kebijakan pemeriksaan serviks lima tahunan
Pengalaman pribadi ini mendorong Jasmin untuk bersuara tentang pentingnya pemeriksaan serviks secara rutin. Ia menyayangkan keputusan NHS (National Health Service) Inggris yang mulai Juli 2025 akan memperpanjang jeda pemeriksaan bagi perempuan usia 25–49 tahun dengan hasil HPV negatif, yakni dari tiga tahun menjadi lima tahun.
“Dalam lima tahun, banyak hal bisa terjadi. Kanker bisa tumbuh tanpa diketahui. Saya sendiri sudah mengalaminya,” tegas Jasmin.
Kebijakan tersebut sebenarnya didasarkan pada studi dari King’s College London dan rekomendasi UK National Screening Committee, yang menyatakan bahwa interval lima tahun masih aman jika hasil tes HPV negatif.
Namun, sejumlah ahli seperti Dr. Amanda Lewis, konsultan kesehatan wanita, menyampaikan kekhawatiran.
“Kanker serviks bisa berkembang secara diam-diam. Semakin lama jarak antar pemeriksaan, semakin tinggi risiko kanker terdeteksi saat sudah stadium lanjut,” ungkapnya.
Itulah potongan kisah tentang bagaimana gejala kanker serviks bisa keliru dikenali sebagai efek samping KB. Oleh karena itu, bila Bunda mengalami keluhan serupa seperti yang dialami Jasmin, sebaiknya jangan tunda untuk berkonsultasi dengan dokter, ya.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(pri/pri)TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT

Kehamilan
Kisah ChoA Eks Idol K-Pop Didiagnosis Kanker usai Nikah, Kini Berjuang Sembuh dan Ingin Hamil

Kehamilan
Studi Temukan Kasus Kanker Serviks Tidak Terdeteksi pada Wanita yang Dapat Vaksin HPV

Kehamilan
Skrining Kanker Serviks dengan HPV DNA Gratis di Jakarta, Bunda di Atas 30 Tahun Perlu Tahu

Kehamilan
Kisah Gloria Ramirez 'Wanita Beracun' Meninggal Misterius usai Didiagnosis Kanker Serviks

Kehamilan
7 Tips Menjaga Kesehatan Serviks agar Bunda Cepat Hamil


10 Foto
Kehamilan
10 Bunda Seleb Pernah Gagal Program Bayi Tabung, Ada yang Mencoba Enam Kali
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda